REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- DPR menuding kisruh pilkada serentak, antara Perppu dan perpanjangan waktu, sebagai kesalahan pemerintah. Ini terjadi dinilai lantaran pemerintah tidak ingin mendengarkan DPR untuk merevisi UU Pilkada sebelum pelaksanaan dimulai.
Wakil Ketua Komisi II, Ahmad Riza Patria mengatakan, DPR telah melihat ada kekurangan-kekurangan dalam UU Pilkada. "Dulu kita minta supaya ada revisi terbatas, tapi sebagian tidak setuju termasuk pemerintah," kata Riza saat dihubungi Republika, Kamis (6/8).
Permintaan revisi itu, kata dia, bukan hanya membahas soal jika hanya ada pasangan calon (paslon) tunggal di suatu daerah. Tapi juga bagaimana bila terjadi hal-hal yang di luar dugaan terhadap pasangan calon, yang bisa saja gagal di tengah jalan.
"Artinya calon tunggal sangat mungkin terjadi. Bisa meninggal atau dijadikan tersangka. Apalagi penegak hukum sedang giat-giatnya menersangkakan," ujarnya..
Riza menambahkan, jika pemerintah ingin mengurangi potensi konflik calon tunggal, harus dengan perppu. Bukan semata-mata rekomendasi Bawaslu. Pengajuan Revisi yang coba ditawarkan adalah terkait dengan anggaran.
"Payung hukum soal anggaran harus jelas, karena banyak terlambat," jelasnya.