REPUBLIKA.CO.ID. JAKARTA -- Pahala dan kemulian yang didapat di bulan Ramadhan harus terus dipelihara sampai menjumpai Ramadhan tahun depan. Allah SWT telah memberikan tempat pada bulan Syawal untuk senantiasa memelihara amal baik yang pernah dilakukan selama Ramadhan.
Bulan Syawal merupakan bulan yang paling tepat untuk memelihara amal-amal saleh yang dilakukan di bualan Ramadhan. Menurut dai kondang, KH Soetrisno Hadi, bulan setelah Ramadhan dikenal sebagai bulan Syawal.
Bulan Syawal secara semantik berarti peningkatan. Setelah semua hamba dilatih dan ditempa oleh Allah SWT selama Ramadhan dengan beragam ibadah baik siang maupun malam.
"Maka apa yang sudah bagus pada bulan Ramadhan ditingkatkan kembali intensitas dan kualitasnya di bulan Syawal," kata KH Sutrisno Hadi yang juga pengajar agama di beberapa intansi pemerintah kepada Republika, Jumat (7/8).
Menurutnya , indikasi pentingnya meningkatkan semua bentuk pengabdian kita kepada Allah SWT maupun terhadap sesama, terlihat melalui hadis Rasulullah SAW yang artinya. "Siapa yang berpuasa di bulan Ramadhan kemudian mengiringinya dengan enam hari di bulan Syawal bagaikan puasa sepanjang tahun."
Hadis itu memberikan pengertian ibadah puasa yang dilakukan selama sebulan penuh akan mendapatkan balasan dari Allah SWT sama dengan puasa selama 300 hari. Karena, kata dia, satu hari kita berpuasa diberikan balasan sama dengan puasa sepuluh hari.
Kiai Sutrisno mengatakan bila kita teruskan dengan puasa enam hari di bulan Syawal, jumlah seluruh pengabdian kita kepada Allah SWT dalam bentuk ibadah puasa dalam satu tahun sama dengan berpuasa tiga ratus enam puluh hari lamanya.
"Sedangkan lima hari sisanya kita diharamkan berpuasa, yaitu hari Idul-Fitri, Idul Adha, dan hari raya tasyriq (tanggal 11,12,dan 13 Dzulhijah). Atau sama dengan puasa sepanjang tahun," katanya.
Untuk itu kata dia, sangat penting, sebagai umat Islam menggandakan amal di bulan Syawal dan bulan-bulan berikutnya, karena disadari tidak ada satupun di antara kita yang tahu secara pasti kapan persisnya akan meninggalkan dunia ini.
"Ada satu hal yang pasti di tengah ketidakpastian dalam menghadapi masa depan hidup kita itulah kematian (al-maut)," ungkap kiai Sutrisno mengingatkan.