REPUBLIKA.CO.ID,\ JAKARTA -- Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bergerak fluktuatif dalam beberapa hari terakhir. Hal ini membuat dampak yang berarti bagi reksa dana saham, sebagaimana kinerja rata-rata reksa dana saham mengalami koreksi
terdalam.
"Pergerakan reksa dana saham memang cenderung linier dengan pergerakan IHSG," ungkap Analis Ascend, Agus Susanto Benzainuri, Jumat (14/8).
Seperti diketahuhi, pada tanggal 11 Agustus, penjualan IHSG melemah hingga 2,66 persen atau 126,36 poin ke level 4.622,59. Sementara berdasarkan data PT. Infovesta Utama, dalam sebulan sampai 11 Agustus, nilai indeks reksa dana saham telah menurun sejauh -6,653.
Kemudian, pada tanggal 12 Agustus, penjualan IHSG pada Rabu (12/8) ditutup melemah 3,096 persen atau minus 143,1 poin di level 4.479,49. Sementara dalam sebulan sampai 12 Agustus, nilai indeks reksa dana saham telah menurun jauh lebih dalam sekaligus menjadi yang terdalam selama sebulan terakhir, yaitu -9557.
Selanjutnya, penjualan IHSG sehari setelahnya (13/8) menunjukkan penguatan tajam sebesar 2,34 persen atau 104,76 poin ke level 4.584,25 pada sehari setelahnya. Seiring dengan penguatan itu, nilai indeks reksa dana saham juga menguat dibanding sehari sebelumnya ke level 7.608,03 atau menguat 2,58 persen. Itu meski dibandingkan raihan sebulan sebelumnya (13/7), nilai indeks reksa dana saham -7.246.
"Memang kalau mau beli saat yang tepat adalah ketika turun seperti sekarang, terutama untuk saham. Tapi apa ini sudah di titik dasar? ini perlu diperhatikan risikonya," lanjut Agus.
Sementara, ia mengungkapkan, reksa dana jenis lain meski masih linier dengan pergerakan IHSG, kecendrungan untuk melemahnya tak akan separah reksa dana saham. Seperti reksa dana pendapatan tetap, selama sebulan hingga 12 Agustus lalu, nilai reksa dana ini hanya menurun sejauh 1,339. Adapun nilai reksa dana campuran, dalam periode yang sama menurun sampai 5,489.
"Pasar selalu volatile. Tapi, beberapa reksa dana kan ada yang cukup tahan meski pasar volatile. Reksa dana yang ditempatkan di situ lebih save, tetapi returnnya tentu lebih sedikit," jelasnya.
Menurutnya, salah satu sentimen yang paling memberikan tekanan pada bursa saham, tentu juga akan berimbas pada pasar reksa dana. Sejauh ini, itu dipengaruhi hasil publikasi data laporan keuangan emiten yang di bawah ekspektasi pasar.
"Makanya kalau saya sih menyarankan sebelum beli harus tau fundamental kinerja emitennya," tuturnya.
Agus mencontohkan, PT. Unilever Indonesia Tbk. (UNVR) misalnya, emiten ini memproduksi barang-barang yang akan selalu dibutuhkan masyarakat dalam kebutuhan keseharian. Karenanya, keuangan emiten ini cenderung lebih stabil dan risiko anjloknya saham juga akan lebih sedikit.
"Kita tidak akan tahu sampai kapan naik atau turunnya pergerakan pasar, tapi sepanjang dia fundamentalnya bagus masih akan naik," lanjutnya.
Sementara, data OJK juga menunjukkan pertumbuhan pasar reksa dana saham memang masih menjadi yang terbesar dibanding jenis reksa dana lainnya. Itu meski jumah nilai kelolaannya menurun.
Porsi reksa dana saham menguasai 38,6 persen pasar industri reksa dana. Namun, sampai 6 Agustus lalu jumlah kelolaan di reksa dana saham mencapai Rp 101,68 triliun. Angka ini menurun dibanding Januari 2015, yaitu Rp 105,7 triliun.