REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengadilan Tinggi DKI Jakarta mengabulkan banding yang yang diajukan terpidana dua pengajar Jakarta Intercultural School (JIS). Satgas Perlindungan Anak menilai pembebasan kedua guru JIS tersebut merupakan bencana perlindungan anak.
Sebelumnya dua pengajar JIS divonis bersalah dan dijatuhi hukuman penjara. Namun dalam proses banding, keduanya dinyatakan tidak bersalah. "Hal ini merupakan bencana untuk perlindungan anak karena akan menjadi preseden dalam penegakan keadilan pada kasus kekerasan seksual anak," kata Ketua Satgas Perlindungan Anak M Ihsan, di Jakarta,Jumat (14/8).
Mantan Komisioner KPAI ini menyarankan agar jaksa segera mengajukan kasasi. Ini merupakan bentuk upaya hukum bagi keadilan korban.
Dikatakan juga, aparat penegak hukum harus memiliki pemahaman yang sama tentang kekerasan seksual dan mengacu pada UU Perlindungan Anak yang menegaskan bahwa ada pencabulan yang dihukum 15 tahun dan berhubungan badan dengan anak yang hukumannya juga 15 tahun.
"Jika yang dimaksud berhubungan badan, maka jika tidak ada luka fisik akan dianggap tidak ada bukti, tapi jika yang dimaksud pencabulan, mencolek anak yang terkait dengan organ seksual atau perilaku yang melecehkan anak juga dianggap perbuatan pencabulan,"ujarnya. Perbedaan perspektif ini, Ihsan mengatakan, harus didudukan pada setiap aparat penegak hukum.
Masyarakat juga harus memahami psikologi publik tentang perjuangan dalam melawan kekerasan seksual pada anak. "Jika tidak ada perlawanan untuk vonis bebas, maka akan melukai perasaan korban dan keluarga yang selama ini kesulitan mencari keadilan,"katanya.