REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Pimpinan Pusat Serikat Pekerja Perusahaan Listrik Negara (DPP SP PLN) meminta pemerintah mengevaluasi Program Pembangkit Listrik 35 ribu MW. Sebab proyek raksasa tersebut berpotensi mempercepat proses privatisasi sektor ketenagalistrikan.
Ketua DPP SP PLN, H Adri menjelaskan kalau privatisasi memberi peluang munculnya dominasi investor asing dan swasta melalui Independent Power Producer (IPP). Jika hal itu terjadi PLN sebagai Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan (PKUK) untuk mengkontrol Kedaulatan Energi di bidang sektor Ketenagalistrikan menjadi anak tiri.
"Karena pertimbangan inilah kami sepakat dengan usulan Menko Perekonomian Rizal Ramli. Dimana Program Pembangkit Listrik 35.000 MW mesti dikaji ulang," ujarnya melalu keterangan tertulis Jumat (21/8).
Sementara itu, Sekjen DPP SP PLN Eko Sumantri mengatakan, saat ini SP PLN tengah berusaha menghentikan berbagai upaya privatisasi listrik. Langkah yang sudah diambil yakni mengajukan Permohonan Pengujian Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan. Permohonan ini diajukan pada 20 Agustus 2015.
Alasan DPP SP PLN mengajukan judicial review karena pemberlakuan Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan, memberi peluang terjadi privatisasi sektor ketenagalistrikan. Ini rentan menciptakan tenaga listrik yang hanya menjadi komoditi untuk dapat diperjual-belikan antar pengusaha bahkan antar Negara.