REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aturan tentang penghapusan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk karaoke dan diskotek dianggap bertentangan dengan konstitusi. Meski pemerintah menyatakan aturan tersebut adalah amanah dari UU No 42 Tahun 2009, namun nyatanya tujuan PMK tersebut dinilai tidak digunakan sebaik-baiknya untuk masyarakat.
Sekjen Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Yenny Soetjipto mengatakan harusnya pemerintah tidak saklek ketika melihat aturan. "Lihat aturan ini bertentangan tidak dengan UUD 1945 yang merupakan aturan tertinggi negara," ucapnya.
Konstitusi jelas mengatur pengelolaan keuangan harus dilakukan paling tidak untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Persoalan ini bukan hanya membicarakan tentang bagaimana penggunaan uang negara, tapi juga hasilnya.
"Apakah aturan PMK ini menabrak konstitusi? Jawabannya ya," tegas Yenny. Selain menabrak konstitusi, aturan tersebut juga tidak sesuai Pancasila khususnya sila kelima Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Dalam hal penggalian penerimaan negara, sejauh ini pemerintah dinilai hanya terkesan pro pada masyarakat menengah ke atas. Pemberlakuan PMK tersebut perlu dipertimbangkan lagi. Menurut Yenny, ada hal yang lebih urgent yang patut dipikirkan oleh Kementerian Keuangan dalam rangka optimalisasi penerimaan negara.