Kamis 27 Aug 2015 09:04 WIB

Kebahagiaan India di Tengah Keterpurukan Ekonomi Cina

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: Ilham
Perdana Menteri India Narendra Modi.
Foto: food.ndtv.com
Perdana Menteri India Narendra Modi.

REPUBLIKA.CO.ID, BOMBAY -- Perlambatan ekonomi Cina tidak menakutkan India. Perdana Menteri India, Narendra Modi sedang mencoba memanfaatkan kesempatan di dalam kesempitan itu meski 'Black Monday' memukul pasar saham, seperti Bombay Stock Exchage (BSE) Sensex pada pembukaan awal pekan ini.

Loyonya ekonomi Cina yang dipandang momok bagian sebagian negara di dunia nyatanya membuat Modi semakin gesit di lapangan.

Berikut optimisme perekonomian India menurut sejumlah analis ekonomi di negara tersebut:

1. Milan Vaishnav dari South Asia Program at the Carnegie Endowment for International Peace menagatakan, Modi telah menarik banyak investor ke India dan mengikat mereka dengan sejumlah investasi besar, seperti Foxconn. Diantara pasar negara berkembang, India masih mempunyai cerita bahagia. Ini bukan alasan untuk berpuas diri, namun Modi seakan telah menyiapkan bantal tidur yang empuk bagi warga India. Modi merencanakan penarikan investasi besar-besaran dan suntikan modal ke sektor perbankan.

2. Rajiv Biswas, Asia-Pacific chief economist di IHS menyatakan, jika India bisa terus mengejar reformasi ekonomi dan meningkatkan investasi infrastruktur, negara ini berpotensi tumbuh 7-8 persen secara berkelanjutan. India sedang mengalami transisi perekonomian dari pertumbuhan ekonomi tinggi ke pertumbuhan ekonomi yang lebih matang secara bertahap moderat di bawah tujuh persen per tahun.

Oleh sebabnya, India juga bisa menjadi mantel Brasil, Russia, India, Cina, dan Afrika Selatan (BRICS) sebagai negara dengan perekonomian tercepat dalam jangka menengah dan panjang. India akan menjadi negara tujuan investasi paling menarik, khususnya pembangunan pabrik dan pembangkit listrik oleh perusahaan multinasional global demi memanfaatkan pasar konsumen India yang tumbuh cepat.

India juga memiliki komoditas ekspor lebih beragam, terutama ekspor sektor jasa, teknologi informasi, dan layanan proses bisnis outsourcing.

3. Radhika Rao, ekonom DBS Bank berkomentar, mereka belum melihat tanda-tanda Cina akan merelokasi sejumlah perusahaannya. Sementara ini, arus masuk ke India terus berdatangan, meski ada beberapa masalah yang perlu diselesaikan, seperti masalah regulasi, alokasi lahan, pasokan batu bara, dan sebagainya.

Hal ini bisa dilakukan  bersamaan seiring dengan pemulihan investasi dalam negeri.

Jatuhnya pasar ekuitas di India saat ini hanya bersifat temporer. Devaluasi yuan hanya berdampak negatif jangka pendek untuk rupee dan pasar ekuitas di India.

Rupee India memang mencapai level terendah terhadap dolar AS dalam dua tahun terakhir. Namun, India telah menggenjot ekspornya dalam beberapa bulan ini, sehingga perlambatan ekonomi Cina tak akan berpengaruh. Meski demikian, semua itu tetap menjadi mimpi buruk.

4. Venkatraman Anantha Nageswaran, co-founder of Aavishkaar Venture Fund dan Takshashila Institution berkata, Modi berani menjalankan reformasi ekonomi yang terbilang kontroversial, seperti Rancangan Undang-Undang Pembebasan Lahan, serta pengaturan pajak barang dan jasa. Ini akan meningkatkan penciptaan lapangan kerja di negeri ini. Jika reformasi kunci ini berhasil, India akan semakin menarik bagi investor.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement