REPUBLIKA.CO.ID, BARCELONA -- Dalam satu dekade terakhir, Barcelona benar-benar menunjukkan konsistensinya sebagai klub besar yang setiap musim selalu diakhiri dengan raihan trofi-trofi bergengsi. Blaugrana mengalahkan klub-klub besar tidak hanya di pentas sepak bola Spanyol melainkan juga di level Eropa.
Ada yang berbeda dengan cerita di balik sukses Blaugrana dalam meraih kesuksesan dalam kurun waktu yang tidak singkat itu. Bila berapa klub besar bisa sukses karena memanfaatkan kekuatan finansial untuk membeli pemain-pemain berkelas, tapi tidak demikian dengan resep yang digunakan oleh tim yang bermarkas di Stadion Nou Camp itu.
Mereka lebih banyak dengan berinvestasi kepada akademi La Masia. Di mana akademi sepakbola junior Barcelona itu memang benar-benar ampuh untuk melahirkan talenta-talenta yang menjadi pesepakbola terbaik di Eropa yang membuat klub-klub kaya raya banyak bertekuk lutut.
La Masia yang tak jauh dari Stadion Nou Camp tepatnya di distrik Les Corts Provinsi Barcelona mulai mengorbitkan pemain binaannya ke tim utama El Barca untuk bersaing di kompetisi utama yang mereka ikuti.
Beberapa nama asal La Masia yang lebih dulu mencuat adalah pemain seperti Carles Puyol, Andres Iniesta dan Xavi Hernandez di era awal-awal 2000-an kala mereka masih dilatih oleh pelatih asal Belanda Frank Rijkaard.
Hanya saja saat itu kemampuan ketiganya masih diimbangi dengan pemain-pemain impor yang mana puncak keberhasil Barcelona saat itu adalah merebut tropi Liga Champions 2006. Keemasan alumni-alumni La Masia mulai begitu merajai skuad Barcelona ketika tampuk kepelatihan pindah tangan pada tahun 2008 dari Rijkaard ke Pep Guardiola yang sebelumnya adalah pelatih Barcelona B.
Pep yang juga mantan binaan La Masia di era 80-an paham benar bahwa pemain-pemain yang dididik di La Masia punya kualitas tak kalah hebat dari pemain impor. Pep pun berjudi dengan menjual sebagian besar nama-nama pemain impor yang menjadi roh peermainan Barcelona sebelumnya seperti Ronaldinho, Deco hingga Samuel Eto’o.