REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Utama PT Pertamina (persero) Dwi Sucipto mengaku perusahaan yang dia pimpin telah lama kurang dipercaya oleh pemerintah, setiap kali ingin membangun infrastuktur migas, termasuk kilang.
Seolah, ada yang sengaja menghambat Pertamina untuk membangun kilang sehingga Pertamina bisa memenuhi kebutuhan BBM dalam negeri.
Bahkan, menurutnya apabila dicermati Pertamina hanya memegang 24 persen dari produksi minyak nasional. Belum lagi, dengan kebutuhan konsumsi dalam negeri menyentuh angka 1,6 juta barel minyak perhari, Pertamina tak bisa penuhi lantaran kapasitas kilang hanya 800 ribu barel perhari. Sisanya Indonesia terpaksa impor.
"Dari 800 ribu kapasitas kilang kami, produksi asli Pertamina sendiri hanya 200 ribu saja. Bayangkan dari minyak mentah pun sudah impor," ujar Dwi di Jakarta, Jumat (2/10).
Ia melanjutkan, dari kapasitas kilang sebesar 800 ribu barel, hanya 115 barel di antaranya yang bisa mengolah untuk jenis minyak sour.
Sisanya, hanya bisa mengolah minyak jenis sweet, atau yang berkualitas tinggi. Dengan kondisi ini, di masa lalu Indonesia melakukan ekspor minyak jenis sour, kemudian diolah di luar negeri dan diimpor kembali di Indonesia.
"Jadi harus ada usaha bagaimana bisa jual BBM murah. Ingin sekali kami bisa jual murah," katanya.
Dwi sempat menyinggung betapa bisingnya politik di Indonesia ketika ada niatan dari Pertamina untuk membangun kilang. Padahal, pembangunan kilang bisa sangat membantu pemerintah nantinya untuk memenuhi kebutuhan BBM dalam negeri.
"Indonesia kalau mau kilang semua ribut. Itu mah gak cocok, segala macam. Banyak yang menghambat ketika kita serius bangun kilang," ujarnya.