REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani meminta agar beda data soal kasus Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal tidak dibenturkan. Alih-alih jadi bahan polemik, seharusnya data PHK menjadi bahan analisis.
"Saya melihat faktanya memang PHK nyata, jadi saya sampaikan kepada pemerintah harus waspada, sudah lampu merah," kata dia pada Selasa (6/10). Terhadap maraknya PHK, lanjut Sukamdani, pengusaha juga merugi. Maka data soal PHK ia sampaikan agar pemerintah bersiap dan tepat untuk mengambil kebijakan dan langkah solusi. Di Amerika, faktor PHK merupakan salah satu pertimbangan bagi The Fed ketika akan menaikkan ataupun menurunkan suku bunga.
Sukamdani menerangkan, berdasarkan data dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan, tercatat sampai 28 September 2015, yang mencairkan Jaminan Hari Tua (JHT) ada 724 ribu orang. Dengan rincian 514 ribu pada Januari-Agustus dan 210 ribu orang pada September. Dari jumlah 210 ribu itu, ada 27 ribu yang dikategorikan PHK.
Orang-orang tersebut bukan karena dia meninggal atau sudah pensiun. Ada data atas nama dan profil singkat karyawan yang di PHK yang kemungkinan besar kena PHK karena perusahaan tempatnya bekerja sudah tidak beroperasi atau dia mengundurkan diri. "Kalau orang sudah mencairkan jaminan hari tua secara penuh, dia kategorinya sudah tidak bekerja," tuturnya.
Data yang masuk ke Kemenaker atau data versi pemerintah, menurutnya itu masih data "gelonggongan" alias data mentah. Dibandingkan dengan BPJS, datanya lengkap dengan profil singkat pelaku pencairan JHT. Maka ia berharap pemerintah mau mengkaji lebih lanjut.
Atas maraknya kasus PHK, ini merupakan salah satu dampak pelemahan ekonomi. Meski begitu pemerintah dan masyarakat jangan sampai pesimistis.
Karena masih banyak potensi yang bisa diunggulkan salah satunya sektor pariwisata. PHK bisa diminimalisasi, lanjut dia, misalnya pemerintah membantu menekan biaya logistik. Lalu mendorong belanja nasional.
"Saya melihat pemerintah tengah mendorong belanja, tetapi di tingkat pemda macet," katanya. Ia menekankan agar belanja pemerintah harus tepat sasaran. Seiring dengan itu juga harus cepat melakukan stabilisasi harga kebutuhan pokok serta menjaga pasar dalam negeri.