REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Prof. Nasaruddin Umar, Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah
JAKARTA -- Berdiri dalam shalat memiliki makna dan kekuatan spiritual. Bagi ahli makrifah, berdiri dalam shalat merupakan lambang dari tauhid perbuatan (al-tauhid al-fa'ali), sebagaimana dalam rukuk merupakan lambang dari tauhid sifat (al-tauhid al-shifati) dan sujud sebagai lambang tauhid zat (al-tauhid al-zati). Berdiri tegak melambangkan huruf alif yang dalam pandangan sufistik memiliki banyak makna ke utamaan.
Berdiri dalam shalat adalah bukti ketegaran seorang hamba sebagai manifestasi (tajalli) Tuhan yang memiliki sifat utama, yaitu Tuhan Yang Mahategar (qayyumiyyah al- Haq) yang dalam bahasa tasawuf biasa disebut dengan al-Faidh al- Muqaddas.
Perintah penegakan shalat berkali-kali Allah SWT menggunakan istilah aqimu al-shalah (dirikanlah shalat), bukannya if'alu al-shalah (kerjakanlah shalat). Allah SWT dengan tegas memerintahkan: Wa qu mu lillahi qanitin (Berdirilah un- tuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyuk/QS al-Baqarah [2]:238).
Berdiri dalam shalat merupakan salah satu inti shalat di samping rukuk, duduk, dan sujud, yang rahasianya semuanya akan dibahas di dalam pembahasan yang akan datang. Berdiri dalam shalat merupakan tuntunan Tuhan melalui Jibril sebagaimana disebutkan dalam hadis: Amarani Jibrail an aqra' al-shalah qaiman, wa an uhmidahu raki'an, wa an usab bihahu sajidan, wa an ud'uh jalis an (Jibril memerintahkan aku membaca ayat-ayat Alquran dalam keadaan berdiri dan memuji Tuhan dalam keadaan rukuk, bertasbih dalam keadaan sujud, dan berdoa dalam keadaan duduk).
Berdiri dalam shalat memang harus diupayakan semaksimal mungkin. Beberapa hadis menceritakan sahabat Nabi mempertahankan shalat berdiri walaupun dalam keadaan kakinya bengkak. Bahkan, salah seorang sahabat pernah membentangkan tali dari tiang ke tiang sebagai sandaran untuk menopang kakinya yang tidak kuat.