REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Piagam Pelestarian Pusaka Indonesia 2003 dengan tegas menyatakan, yang dimaksud dengan pusaka Indonesia mencakup pusaka alam, budaya, dan saujana. Pusaka alam adalah semua bentuk bentukan alam ciptaan Tuhan yang istimewa.
Pusaka budaya mencakup semua hasil cipta, rasa, karsa, dan karya yang berwujud benda (tangible) dan pusaka tidak berwujud benda (intangible). Dan yang terakhir adalah kekayaan saujana, yaitu gabungan pusaka alam dan pusaka budaya dalam kesatuan ruang dan waktu.
Pertanyaannya, mengapa pusaka Indonesia tersebut perlu dilestarikan? Untuk siapa ia harus dilestarikan dan siapa yang harus melestarikan?
"Dari berbagai kemungkinan jawaban yang dapat diberikan dari berbagai sudut pandang, hanya ada satu hal yang pasti, yaitu pusaka Indonesia harus dilestarikan karena di dalamnya kita melihat jati diri bangsa. Identitas diri kita sebagai bangsa. Kebanggaan kita sebagai bangsa, yang sangat unik dan tidak dimiliki bangsa-bangsa lain,” jelas Hashim Djojohadikusumo dalam pidato kunci pada 'Temu Pusaka 2015' di Bogor, Sabtu (10/10).
Temu Pusaka Indonesia ke-XI diselenggarakan Badan Pelestarian Pusaka Indonesia (BPPI) atau Indonesian Heritage Trusts yang diikuti semua mitra pelestari dari seluruh Indonesia. TPI 2015 mengambil tema 'Kekayaan Pusaka Alam, Budaya dan Saujana Untuk Kesejahteraan Rakyat' didukung penuh Pemerintah Kota Bogor.
Ketua Dewan Pembina BPPI tersebut menjelaskan, memelihara jati diri, identitas dan martabat kebanggaan bangsa maka harus dilakukan dengan peduli terhadap pusaka Indonesia. Menurut dia, pusaka Indonesia, bukan soal masa lalu, bahkan penting bagi masa kini dan masa datang untuk dijaga kelestariannya.
"Bicara tentang Pusaka Indonesia, kita tidak bicara mengenai milik siapa dan siapa yang paling berhak ataupun siapa yang harus diuntungkan, karena kita akan melihatnya sebagai sebuah kepentingan bersama sebagai bangsa Indonesia,” kata adik Prabowo Subianto tersebut.
Gerakan masyarakat untuk mengawal kelestarian pusaka Indonesia dimulai sejak tahun 1990-an, yaitu ditandai dengan berdirinya beragam bentuk organisasi masyarakat, paguyuban dan kelompok komunitas peduli pelestarian pusaka. Hubungan yang kuat dibangun melalui Jaringan Pelestarian Pusaka Indonesia (JPPI) pada tahun 2000 di Bali yang akhirnya mendorong diformalkannya perkumpulan yang diberi nama BPPI pada 2004.
Gerakan yang inisiatifnya datang dari masyarakat, akan menjadi lebih dahsyat dan menggigit serta memberi dampak nyata, apabila tingkat kesadaran masyarakat tentang pelestarian pusaka diimbangi dengan pelibatan pemerintah di pusat dan daerah secara aktif.
“Pemerintah seharusnya lebih terlibat dengan menumbuhkan sense of urgency dalam melindungi pusaka Indonesia. Karena ini menyangkut jati diri, indentitas diri, dan kebanggaan bangsa,” ujar Hashim.