REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi I DPR TB Hasanuddin mengatakan program bela negara membutuhkan payung hukum berupa perundang-undangan guna membuat parameter yang jelas.
"Butuh undang-undang supaya ada parameter, misalnya, nanti kebijakan bela negara seperti apa, pelaksananya siapa, pelakunya siapa dan kategori umur berapa, sistem rekrutmen seperti apa, sistem pelatihannya, kurikulumnya bagaimana," ujar TB Hasanuddin kepada wartawan di gedung parlemen, Jakarta, Selasa (13/10).
Menurut dia, implementasi program bela negara jangan tergesa-gesa tanpa payung hukum, agar tidak menimbulkan salah tafsir. Politikus PDI Perjuangan itu mengklaim konsep bela negara baik dalam konteks menumbuhkan kesadaran masyarakat.
Dia mencontohkan, ketika perang kemerdekaan kesadaran bela negara rakyat tinggi, sehingga siap mengangkat senjata, lalu setelah perang selesai rakyat kembali ke profesinya masing-masing.
"Tapi (bela negara saat ini), bukan semata dilatih menembak, makanya dibutuhkan undang-undang. Misal, ada bencana kan anda ikut membantu, itu kan harus ada kesadaran bela negara," terang dia.
Sementara itu ketika ditanya pendapatnya mengenai bela negara yang mirip dengan upaya PKI dulu membentuk angkatan kelima petani yang dipersenjatai, TB Hasanuddin menilai bela negara saat ini tidak mengarah ke sana.
"Tidak ada kekhawatiran ke arah itu, kita kok takut terus," jelas dia.
Sebelumnya, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu telah menekankan program bela negara yang akan dijalankan kementeriannya berbeda dengan wajib militer. Pihaknya juga mewacanakan adanya kurikulum bela negara untuk pendidikan mulai dari taman kanak-kanak.