REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Myanmar menandatangani gencatan senjata dengan delapan suku kecil dalam upaya mengakhiri perang saudara puluhan tahun, Kamis (15/10).
Kesepakatan itu adalah buah perundingan lebih dari dua tahun dan tujuan utama Presiden Thein Sein menjelang pemilihan umum pada November. Pemilu tersebut diperkirakan menyingkirkan partainya yang didukung militer.
Dalam upacara penandatanganan perjanjian yang disiarkan televisi di ibu kota Naypyidaw, Thein Sein mengatakan kesepakatan itu akan memberikan warisan perdamaian bagi generasi mendatang.
Harian pemerintah Global New Light of Myanmar mengatakan perjanjian itu menjanjikan upaya perdamaian sepenuhnya yang akan mengakhiri perang saudara lebih dari 60 tahun.
Namun, harapan untuk tercapainya gencatan senjata secara nasional sebelum pemilu 8 November rusak setelah beberapa kelompok pemberontak menggagalkan setiap kesepakatan yang tidak memasukkan semua pasukan pemberontak yang lebih kecil.
Panglima militer Myanmar yang berkuasa dan perwakilan pemberontak mengenakan pakaian etnik menghadiri acara penandatanganan. Perwakilan dari Cina, India, Uni Eropa dan Perserikatan Bangsa-Bangsa menjadi saksi.
Kesepakatan itu memungkinkan kelompok yang terlibat memulai dialog politik dengan pemerintah.