REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah berencana mengeluarkan rancangan undang-undang (RUU) Pengampunan Nasional yang akan memberikan pengampunan bagi wajib pajak badan/perusahaan termasuk perusahaan pertambangan. Melihat praktik kejahatan perpajakan yang dilakukan oleh perusahaan pertambangan, hal imi dinilai sangat tidak adil jika mereka diberikan pengampunan.
"Wacana untuk memberikan pengampunan pajak dan kejahatan keuangan lainnya bagi perusahaan tambang akan semakin melanggengkan pelanggaran HAM korporasi tambang di Indonesia," kata peneliti Indonesia for Global Justice (IGJ), Rachmi Hertanti, Jumat (16/10) malam.
Menurut dia, tindakan pengemplangan pajak dan transaksi keuangan ilegal oleh perusahaan pertambangan akan semakin menambah panjang daftar aksi kejahatan yang selama ini telah melakukan pengerusakan lingkungan. Tak hanya itu, rencana tersebut juga dapat memperpanjang deretan kekerasan terhadap aktivis anti-tambang dan HAM. "Pengampunan pajak bukanlah solusi tepat," ujar Rachmi.
Penolakan tersebut juga disampikan Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation (CITA), Justinus Prastowo. Dia menyebut pengampunan pajak bukan solusi terbaik saat ini untuk memperbaiki penerimaan pajak dan menarik aset WNI di luar negeri. "Seharusnya pemerintah lebih fokus kepada aspek penegakan hukum dengan menindak tegas perusahaan pertambangan yang tidak memiliki NPWP dan tidak membayar pajak," ujarnya.
Hal ini bisa mendorong penerimaan negara. Selain itu, perbaikan regulasi, sistem administrasi perpajakan dan kelembagaan harus segera dilakukan. Harusnya pemerintah fokus saja pada empat aspek tersebut.
RUU Pengampunan Nasional dinilai tidak mencerminkan keadilan dan menunjukkan bahwa pemerintah menyerah terhadap praktik kejahatan perpajakan dan keuangan yang dilakukan oleh perusahaan. Pemerintah harusnya menindak tegas perusahaan yang tidak patuh dalam pembayaran pajak, perusahaan yang tidak memiliki NPWP dan tidak melaporkan surat pemberitahuan (SPT) Pajak. Pemerintah juga perlu membentuk satuan tugas anti aliran uang ilegal.