REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Syauqi Abu Khalil menyebutkan, Luqman berasal dari negeri Nuba yang letaknya di sebelah utara Sudan sampai sebelah selatan Mesir. Nuba sebenarnya adalah sebutan untuk masyarakat yang menghuni daerah pegunungan Nuba di bagian selatan Sudan, Afrika.
Menurut laman Wikipedia, Nuba adalah sebutan bagi penduduk yang ada di daerah pegunungan Nuba tersebut. Bahasanya pun berbeda-beda, bahkan menurut perkiraan, ada sekitar 100 bahasa yang digunakan di daerah tersebut, sebagian di antaranya berbicara dalam bahasa Arab dan bahasa resmi Sudan.
Di daerah itu terdapat beberapa kelompok masyarakat. Menurut perkiraan, terdapat sekitar satu juta tujuh puluh ribu jiwa yang bermukim di daerah tersebut. Angka ini merupakan angka perkiraan pemerintah Sudan Selatan pada 2003 silam.
Orang-orang Nuba tinggal di daerah paling terpencil dan sulit diakses masyarakat. Daerah itu mereka jadikan sebagai tempat berlindung, lari dari pusat pemerintahan, atau menghindarkan diri dari penindasan dan perdagangan budak.
Konon, ketika terjadi perang sipil di Sudan, ribuan orang melarikan diri. Mereka tinggal di desa-desa di sekitar pegunungan Nuba tersebut, namun adapula yang melarikan atau bermigrasi ke kota. Daerah Nuba ini terdiri dari banyak perbukitan dan lembah-lembah. Karena itu, mereka sangat mudah menemukan sumber air sepanjang tahun.
Banyak pendapat mengatakan, orang-orang Nuba tidak memiliki sistem pemerintahan atau seorang pimpinan daerah. Mereka hanya diatur oleh sebuah kelompok besar masyarakat atau klan yang kewenangannya mengatur desa. Pimpinannya biasa dipilih oleh para tetua desa. Wallahu A’lam. n
Luqman Sang Ahli Hikmah
Luqman Al-Hakim dikenal sebagai ahli hikmah yang luar biasa. Dalam Alquran, namanya diabadikan dalam sebuah surah khusus yang bercerita tentang hikmah yang disampaikannya, terutama kepada anaknya.
Dalam surah Luqman [31] ayat 12-19 disebutkan, setidaknya ada sekitar sembilan nasihat yang disampaikannya, yakni jangan menyekutukan Allah (ayat 13), berbakti kepada kedua orang tua (14), sadar akan pengawasan Allah (16), mendirikan shalat (17), berbuat kebajikan (17), menjauhi kemunkaran (17), sabar dalam menghadapi cobaan dan ujian (17), tidak sombong (18), dan lemah lembut dalam berbicara (19).
Dalam sebuah riwayat disebutkan, suatu hari Luqman Al-Hakim masuk ke pasar dengan menaiki seekor himar (keledai). Sementara itu, anaknya ikut di belakangnya. Melihat tingkah laku Luqman itu, sebagian orang pun berkata, Lihatlah orang tua yang tidak tahu bertimbang rasa itu. Dia naik keledai, sedangkan anaknya dibiarkan berjalan kaki.”
Mendengar hal tersebut, Luqman kemudian menyuruh anaknya menaiki keledai itu dan dia berjalan kaki sambil menuntun keledai tersebut. Lagi-lagi, orang yang menyaksikan hal itu berkata, Lihat anak yang tidak tahu sopan santun dan tata krama itu. Masak, dia menaiki keledai, ayahnya berjalan kaki.”
Tidak ingin mendengar omongan seperti itu lagi, Luqman pun kemudian menaiki keledai itu bersama dengan anaknya. Ternyata, orang-orang kembali menyindirnya, Dasar orang tua dan anak yang tidak tahu etika, keledai yang kecil mereka naiki berdua. Sungguh tidak punya rasa kasihan.”
Akhirnya, Luqman dan anaknya pun turun dari keledai itu. Keduanya membiarkan keledai tersebut berjalan tanpa ditumpangi. Ternyata, orang-orang masih menyindirnya. Dasar orang yang bodoh, ada kendaraan kok malah tidak ditumpangi dan dibiarkan sia-sia.”
Kembalilah keduanya ke rumah. Sesampainya di rumah, Luqman menasihati anaknya tentang sikap orang-orang di pasar tersebut.
Sesungguhnya setiap manusia itu akan dibicarakan oleh manusia lainnya. Orang yang berakal tidak akan mengambil pertimbangan melainkan kepada Allah saja. Barang siapa mengenal kebenaran, itulah yang menjadi pertimbangan yang terbaik dalam semua urusan.”
Kemudian, ia berpesan kepada anaknya. Wahai anakku, carilah rezeki yang halal supaya kamu tidak fakir. Sesungguhnya tidaklah orang yang fakir itu ditimpa suatu musibah, kecuali tiga perkara, yakni menipisnya keyakinan pada agama, lemahnya akal sehingga mudah tertipu dan diperdaya orang lain, serta hilangnya kemuliaan hati. Lebih celaka dari tiga hal itu adalah orang yang suka merendah-rendahkan dan membuat ringan sesuatu.”
Sumber: Pusat Data Republika/Syahruddin El Fikri