REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH -- Tiga generasi perempuan Palestina mengisahkan bagaimana pejuang perempuan selalu menjadi bagian dari perlawanan.
Raja Mustafa menarik sebuah majalah compang-camping bertajuk Revolusi Palestina. Majalah itu berasal dari 1993, tahun terakhir intifadhah pertama Palestina.
Pada salah satu halaman, terpampang sebuah foto hitam putih yang diambil hampir 25 tahun silam . Raja tampak di belakang, mengenakan gaun tidur bergaris. Ia mencengkeram sapu yang diangkat tinggi ke udara.
"Anda tidak dapat melihatnya di foto, tapi sudah ada tentara terkapar di tanah yang telah saya pukul,” kata perempuan berusia 44 tahun itu sembari menyeringai.
Para tentara mencuri barang-barang ketika mereka melakukan penggerebekan. Salah satu dari mereka mencuri emas milik Raja hingga membuatnya geram.
Dilansir dari Al Jazeera, Selasa (27/10), perempuan itu masih berusia 16 tahun ketika intifadhah pertama dimulai. Dia tersenyum saat mengenang masa remajanya, seakan kenangan manis padahal penuh peperangan dan perasaan kehilangan.
“Semua gadis seusia saya berjuang selama intifadhah pertama. Kami berada di jalan-jalan melemparkan batu dan memblokir jalan. Kami berteriak protes seperti laki-laki. Benar-benar dari awal sampai akhir perempuan berpartisipasi,” kata dia.
Kendati Raja sekarang telah menjadi nenek, dia sesekali masih keluar untuk menyaksikan protes di jalan-jalan. Perempuan itu telah melalui dua intifadhah. Selama beberapa pekan terakhir, dia melihat gadis-gadis ikut keluar. Satu hal yang mengingatkannya pada masa muda.
“Gadis-gadis kami sekarang menghadiri kuliah. Sekolah sangat penting untuk generasi ini supaya mereka pintar, tapi sebagai perempuan Palestina, mereka juga kuat. Palestina selalu membuat perempuan kuat karena kerasnya kehidupan tempat mereka dilahirkan,” ucap Raja.