REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW - Menteri Luar Negeri (Menlu) Rusia Sergey Lavrov menelepon Menlu Iran Abbas Araghchi pada Sabtu (30/11/2024). Komunikasi dua menlu itu guna membahas situasi di Suriah, dan menyatakan keprihatinan atas peningkatan pertempuran di Suriah.
"Selama pembicaraan, kedua pihak menyatakan keprihatinan yang luar biasa atas peningkatan berbahaya pada situasi di Suriah sehubungan dengan serangan teroris oleh kelompok bersenjata di provinsi Aleppo dan Idlib," kata Kementerian Luar Negeri Rusia, Ahad (1/12/2024).
Melalui pernyataan, Kemenlu Rusia menegaskan kembali dukungan bagi kedaulatan dan integritas wilayah Suriah. Kedua menteri luar negeri sepakat tentang perlunya mengintensifkan upaya bersama untuk menstabilkan situasi di Suriah.
Selain itu, kedua menlu sepakat bahwa situasi di Suriah perlu segera ditinjau secara komprehensif dalam kerangka format Astana. Araghchi juga menyebut peningkatan aktivitas kelompok teroris di Suriah sebagai bagian dari rencana AS-Israel untuk mengacaukan stabilitas Asia Barat.
Kementerian Luar Negeri Iran, sementara itu, mengatakan kedua diplomat sepakat bahwa pembahasan perkembangan di Suriah harus dilakukan dalam format Astana tiga pihak termasuk Turki. Kedua pihak, kata Kemenlu Iran, menyatakan dukungan kuat pada kedaulatan nasional dan integritas wilayah Suriah, juga mendukung pemerintah dan tentara negara itu dalam memerangi kelompok teroris.
Mereka "menyatakan perlunya mempertimbangkan masalah ini dalam kerangka proses Astana dan perlunya koordinasi antara Iran, Rusia, dan Turki – tiga negara penjamin (format Astana),” kata Kementerian Iran itu melalui Telegram.
Format perundingan Astana diluncurkan pada 2017, dengan melibatkan Rusia, Iran, Turki sebagai negara penjamin proses penyelesaian krisis Suriah. Format itu juga mencakup perwakilan pemerintah dan oposisi Suriah, Perserikatan Bangsa-Bangsa, serta Yordania, Lebanon, dan Irak sebagai negara pengamat.