REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada tanggal 27 Oktober menorehkan warna kelabu bagi rakyat Kashmir.
Mereka menandai pencaplokan India di wilayah itu dengan istilah Black Day.
Sumit Ganguly dan Kanti Bajpai dalam "India and the Crisis in Kashmir", Asian Survey Vol 34 (Mei 1994) menyebut, selain konflik Palestina-Israel, Kashmir telah menjadi titik sengketa regional yang paling berlarut-larut di dunia pasca-1945.
Konflik di wilayah pegunungan antara India dan Pakistan itu telah berlangsung lebih dari setengah abad.
Wakil Direktur Central Intelligence Agency (CIA) pada masa itu, Richard Kerr, menyebut krisis India-Pakistan jauh lebih menakutkan daripada krisis misil Kuba. Konflik 1947 saja menyebabkan satu juta orang tewas dan 10 juta mengungsi.
Sengketa Kashmir bermula dari era kemerdekaan Pakistan dan India pada Agustus 1947. Ketika Pakistan dan India menyatakan kemerdekaan, ratusan negara- kerajaan merdeka di wilayah itu harus menjatuhkan pilihan. Menurut aturan Indian Independence Act of 1947, setiap negara bebas memilih bergabung dengan India atau Pakistan.
Maharaja Kashmir, Hari Singh, memutuskan bergabung ke India dengan imbalan bantuan militer dan referendum yang dijanjikan. Sebaliknya, mayoritas rakyat Kashmir yang beragama Islam cenderung memilih Pakistan. Pada 27 Oktober 1947, India mendaratkan pasukan di wilayah itu sekaligus menandai penguasaan India atas Kashmir. Menjadi bagian dari India, Kashmir kini satu-satunya negara yang berpenduduk mayoritas Muslim.
Kashmir telah berulang kali memicu konflik India-Pakistan. Beberapa konflik besar terjadi pada 1947-1948, 1965, 1990, dan tak terhitung sekian banyak sengketa perbatasan yang masih berlangsung hingga kini. Sepertiga wilayah ini masuk Pakistan, sementara dua pertiga bergabung dengan India. Cina ikut menguasai sebagian kecil dari wilayah timur lembah Kashmir pada 1050-an.
"Pemimpin India dan Pakistan telah terikat identitas bangsa mereka masing- masing untuk tidak melepaskan Kashmir," kata George Perkovich dalam India's Nuclear Bomb.
Mohammed Ayoob, "Nuclear India and Indian-American Relations", Orbis 43, menambahkan, Kashmir bukan hanya sengketa teritorial bilateral antara dua negara tetangga. Konflik ini terkait erat dengan definisi diri dari negara India dan Pakistan.
Rakyat Kashmir dan orang-orang yang prokemerdekaan di wilayah itu memperingati 27 Oktober sebagai Black Day. Semua toko dan pusat bisnis ditutup di Srinagar meski transportasi umum tetap beroperasi. Seperti dinyatakan Atase Pertahanan Pakistan dalam peringatan Black Day di Jakarta, mereka menganggap penguasaan India di Kashmir sebagai bentuk pendudukan.
Dilansir dari Pakistan Today, mayoritas partai politik Pakistan mendukung pembebasan Kashmir dari India. Da lam peringatan Black Day kemarin, mereka meneriakkan slogan menentang pendudukan India atas Kashmir dan menuntut PBB untuk mengatasi masalah di Kashmir.
Pengunjuk rasa mengatakan, orang Kashmir harus diberi hak plebisit untuk menentukan kehendak sendiri. Pada hari kemerdekaan Pakistan, Agustus lalu, Presiden Pakistan Mamnoon Hussain juga memperbarui tawaran kepada India untuk mengadakan pembicaraan bilateral terkait penyelesaian sengketa di Kashmir. Namun, tawaran ini tidak mendapat tanggapan.