Senin 16 Nov 2015 11:15 WIB

Mahalnya Isak Tangis Perdamaian Aceh

Red: Muhammad Subarkah

REPUBLIKA.CO.ID, Gambaran para ibu yang ramai-ramai menangis di pinggiran sebuah kampung di pedalaman Aceh Utara kembali berkelebat ketika kemarin (15/11) di Banda Aceh digelar acara peringatan perdamaian Aceh. Tak sadar, sudah hampir satu dasawarsa peritiwa berlalu.

"Mengapa senjata yang mahal dan kami beli secara urunan dipotong-potong begitu,’' kata para ibu yang menonton acara pemotongan senjata sebagai awal  ditandatanganinya perjanjian damai di Aceh, hampir sepuluh tahun silam. Mereka menangis 'cukup serius' dan ‘alamiah'. Mukanya sembab, air matanya bercucuran membasahi wajahnya.

Berulang kali mulut mereka mengatakan, tak terima bila senjata itu dipotong—sebagian besar, di antaranya, merupakan senjata serbu jenis AK 47—menjadi tiga bagian. "Ini menyakitkan. Bagaimana nanti kalau perjanjian damai diingkari. Dengan apa kami akan melawannya,’’ tukas para ibu tersebut.

Memang, semenjak tengah hari, dari arah pinggiran kampung para ibu dan penduduk desa lainnya telah menunggu digelarnya acara pemotongan senjata milik pasukan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Prosesi tersebut digelar di sebuah lapangan terbuka bekas persawahan. Para warga telah lama bersiap menyaksikannya dari arah tepiah kampung yang penuh  dengan tumbuhan pohon kelapa. Perkampungan yang sehari-harinya sunyi dan letaknya terpencil di pinggiran hutan serta perbukitan saat itu ramai disesaki kerumunan aneka ragam manusia.