Selasa 17 Nov 2015 16:18 WIB

'Polemik Freeport Terjadi karena Praktik Ilegal Dibiarkan Pemerintah'

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Nur Aini
Ketua Komisi VII DPR Kardaya Warnika
Foto: Republika/ Wihdan
Ketua Komisi VII DPR Kardaya Warnika

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi VII DPR Kardaya Warnika menilai polemik Freeport belakangan, termasuk pelaporan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said atas Setya Novanto ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR, merupakan buntut dari tidak dijalankannya amanat UU tentang mineral dan batubara. 

Salah satu poin pelanggaran yang dilakukan oleh Freeport dan dibiarkan oleh pemerintah adalah ekspor konsentrat yang seharusnya dilarang sejak 2014. Kardaya menilai, ekspor yang bertentangan dengan UU ini harus dihentikan. Hal ini karena, Freeport telah diberi amanat untuk mendirikan pemurnian mineral atau smelter untuk menambah nilai jual. Kegaduhan atas Freeport ini yang kemudian menarik beberapa oknum untuk ikut intervensi bahkan dengan membawa nama presiden dan wapres. 

"UU mengatakan bahwa negosiasi dilakukan hanya satu tahun setelah 2009. Jadi 2009 sampai 2010, berdasarkan UU tidak ada negosiasi-negosiasi. Kalau ada berarti ilegal," ujar Kardaya, Selasa (17/11). 

Sama halnya dengan perpanjangan kontrak karya Freeport yang jelas menurut UU Nomor 4 Tahun 2009 dan PP Nomor 77 Tahun 2014 bahwa permohonan perpanjangan hanya bisa maksimum dua tahun sebelum kontrak habis. Maka dalam kasus Freeport ini perpanjangan kontrak baru bisa dilakukan pada 2019.