REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menkopolhukam, Luhut Panjaitan memberikan penjelasan atas posisinya dalam kasus perpanjangan kontra karya PT Freeport Indonesia. Nama Luhut juga terseret dalam kasus yang melibatkan Ketua DPR, Setya Novanto dan Menteri ESDM, Sudirman Said.
Luhut menegaskan jika ia berpegang teguh kepada lima prinsip, terkait perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia. "Terkait polemik kasus Freeport yang berkembang di media dan masyarakat akhir-akhir ini dan sehubungan dengan kesimpangsiuran informasi yang beredar. Maka saya memandang perlu memberikan penjelasan sebenar-benarnya dan seterang-terangnya atas posisi saya," kata Luhut dalam konferensi pers terkait polemik PT Freeport di kantor Kemenkopolhukam, Jakarta, Jumat (11/12).
Pertama, kata dia, berpegang teguh pada undang-undang yang berlaku. "Kedua, izin pertambangan harus memberikan hasil yang lebih besar bagi Indonesia dan memberi kemakmuran yang lebih besar kepada penduduk di provinsi tempat tambang itu berada," kata Luhut.
(Baca Juga: Luhut Naik Pitam)
Kemudian yang ketiga, menurut Luhut, adalah izin pertambangan harus dapat memberikan kontribusi kepada pengembangan sektor pendidikan di provinsi tempat tambang berada. "Keempat, izin pertambangan harus dapat menciptakan nilai tambah di dalam negeri," ujar dia.
Terakhir, kata Luhut, Indonesia harus tegas dalam memaksimalkan manfaat kekayaan alamnya bagi rakyat serta tidak tunduk kepada tekanan asing. Berdasarkan lima prinsip itu, Luhut mengaku setuju dan mendukung lima syarat yang diajukan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengenai perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia.
"Lima syarat itu antara lain pembangunan di Papua, konten lokal, royalti, divestasi saham, dan industri pengolahan," kata Luhut yang juga pernah menjabat sebagai Kepala Staf Kepresidenan dalam pemerintahan Presiden Joko Widodo itu.