REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Remaja putri Indonesia, Layyina Tamanni (15) --yang menyuarakan dalam satu artikel Islam itu tidak identik dengan kekerasan apalagi terorisme, menjadi pemenang utama dan meraih penghargaan dari anggota Parlemen Colchester, Inggris.
Layyina mengalahkan teman-temannya dari berbagai sekolah di Colchester melalui artikel yang dipublikasikan di Koran Gazette dan media online. Ia merasa sangat bahagia saat menerima hadiah berupa Amazon Fire DH8 dan Amazon Voucher untuk sekolahnya, Gilberd School, demikian ibunda Layyina Tamanni, Dr. Murniati Mukhlisin, M.Acc, London, Ahad (13/12).
Layyina Tamanni mendapatkan First Prize dari Tutor Doctor Colchester North, yang bertempat di kantor berita Gazette, Colchester, Inggris, dalam acara pemberian hadiah tahunan yang diserahkan oleh anggota parlemen untuk Kota Colchester, Will Quince.
Layyina menyampaikan dalama Bahasa Inggris bahwa tulisan yang dimasukkan ke dalam lomba jurnalisme muda itu didorong oleh berita di media tentang buruknya citra Islam baru-baru ini.
Selaku Muslimah, dia ingin menyuarakan bahwa Islam itu tidak identik dengan kekerasan apalagi terorisme. Artikel yang ditulis Layyina akan dipublikasikan di Koran Gazette dan di media lain online.
Kejadian di London mengenai penghinaan terhadap Muslimah di dalam bus bahwa ia dituding sebagai anggota ISIS sangat keterlaluan karena tuduhan tersebut mengeneralisasi bahwa Muslim itu jahat, kata Layyina --anak sulung dari tiga bersaudara.
Walaupun di sekolahnya dia tidak belajar Islam, namun orangtuanya dan pengajian komunitas Indonesia di tempat Layyina tinggal sering memberikan pencerahan bahwa Islam mengajarkan kebaikan, kedamaian, kerukunan.
"Ayah dan ibu saya selalu menyarankan kami agar berprilaku ramah kepada tetangga, teman-teman non-Muslim dan memperlihatkan bahwa kami baik hati," kata Layyina.
Ketika bersekolah di SIT Fajar Hidayah, Layyina, menunjukkan hasil survei dalam artikelnya bahwa sejak serangan 11/9, hanya tujuh persen Muslim itu digolongkan radikal sedangkan 93 persen lagi adalah Muslim yang cinta damai. Poin itu menjadi salah satu poin terbesar dalam penilaian lomba jurnalisme yang diikutinya kali ini.
Putri pertama pasangan Dr. Murniati Mukhlisin, dosen akuntansi Islam, sedangkan ayahnya --mahasiswa S3 di Glasgow-- itu tengah menyelesaikan rancangan buku tentang cerita fiksi mengenai Global Warming, suatu hal yang sangat memprihatinkan.
"Layyina memang suka membaca dan berdiskusi tentang masalah seputar ke-Islaman, yang dijadikannya bahan tulisan," ujar Dr. Murniati Mukhlisin, M.Acc.