REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah pimpinan Lajnah Tanfidziyah Syarikat Islam menemui Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Selasa (22/12). Dalam pertemuan dengan Presiden, Syarikat Islam melaporkan program ekonomi rakyat yang mereka lakukan.
Ketua Umum Lajnah Tanfidziyah Syarikat Islam Hamdan Zoelva menjelaskan, sejak awal berdiri di tahun 1905, Syarikat Islam telah mengangkat usaha perdagangan kaum pribumi. Prinsip ekonomi kerakyatan itulah yang akan dihidupkan kembali sebagai bagian dari program dakwah Syarikat Islam.
"Jadi kalau Muhammadiyah itu pendidikan dan sosial, Nahdlatul Ulama (NI) itu urusan pesantren dan dakwah, nah Syarikat Islam ini fokusnya masalah ekonomi. Ini bedanya dengan ormas Islam yang lain," kata mantan ketua Mahkamah Konstitusi tersebut.
Hamdan mengatakan, program ekonomi kerakyatan sangat penting untuk digerakkan demi memperkecil jurang antara yang kaya dan miskin. Apalagi, menurut data PBB, ketimpangan antara kaya dan miskin di Indonesia sudah pada tingkat rawan.
Dari Jokowi, Hamdan mendapat informasi sejumlah faktor yang menjadi penyebab hal itu terjadi. Salah satunya yaitu keberadaan kartel-kartel asosiasi bisnis yang memberikan fasilitas istimewa pada pengusaha besar.
"Saya sangat kaget bahwa selama ini bunga pinjaman Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk orang-orang miskin adalah 23 persen, sementara konglomerat 11 persen," kata dia.
Presiden, menurut Hamdan, sangat mendukung program ekonomi kerakyatan yang akan dilakukan Syarikat Islam. Ormas diminta bersinergi dengan pemerintah untuk mewujudkan rakyat Indonesia yang berdaya.