REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Agama sedang merancang optimalisasi kursus pranikah bagi para calon pengantin. Optimalisasi ini dinilai penting menyusul terus meningkatnya angka perceraian dalam lima tahun terakhir.
"Saat ini tengah direncanakan. Menteri Agama juga sudah memerintahkan untuk mengintensifkan kursus pranikah," kata Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama Machasin kepada Republika, Selasa (22/12).
Ditjen Bimas Islam, ungkap Machasin, masih merancang program kursus pranikah yang lebih optimal. Optimalisasi akan menekankan pada durasi pengajaran. Ia menilai, durasi kursus pranikah yang selama ini dilaksanakan di Kantor Urusan Agama (KUA) masih kurang.
Terkait materi pengajaran, Kemenag sudah mengantongi bahan yang cukup. Hal ini karena materi pengajaran kursus pranikah dibuat dengan melibatkan berbagai pihak, seperti BKKBN, Kementerian Kesehatan, dan pengamat hubungan keluarga.
Akan tetapi, menurut Machasin, waktu untuk penyampaian materi tersebut belum memadai. "Jadi, hanya dua hari. Sekali datang (pengajaran) hanya beberapa jam," ujarnya.
Pihaknya, kata dia, akan melibatkan lembaga dan ormas yang tersertifikasi untuk turut menggelar kursus pranikah. Ia juga membenarkan Kemenag akan mewajibkan kursus pranikah sebagai salah satu syarat menikah. "Ya, akan ke situ (wajib kursus pranikah)," ujarnya.
Mengenai banyaknya kasus perceraian di masyarakat, Machasin berpendapat, hal itu salah satunya disebabkan oleh kursus pranikah yang belum intensif. Baca juga: (Perceraian Terus Meningkat)
''Akibatnya, banyak orang tidak mengerti nikah itu seperti apa, kewajiban istri, kewajiban suami, dan apa dampak perubahan status itu," ujarnya.
Ia menekankan, kursus pranikah tidak bermaksud memberatkan para calon pengantin. Sebaliknya, kursus ini bertujuan memberi pemahaman kepada mereka agar tahu cara menghadapi tantangan dalam berkeluarga. "Kami harap dengan pendidikan persiapan nikah, pasangan suami istri tidak mudah melakukan perceraian.''