REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH -- Arab Saudi tmengumumkan pemutusan hubungan diplomatik dengan Iran. Sejumlah pengamat Timur Tengah menilai hal itu cukup mengejutkan dan bisa berdampak serius.
"Ini eskalasi yang akan menciptakan kekacauan di kawasan itu," kata pengamat Timur Tengah, Joseph Kechichian, sambil mengacu perkembangan politik terkini. Ia menilai keputusan Saudi itu cukup mengejutkan.
Seperti dilansir dari Aljazirah, Senin (4/1), Ellie Geranmayeh, seorang pakar Iran di Dewan Hubungan Luar Negeri Eropa menambahkan, keputusan Saudi sangat mungkin menimbulkan reaksi di wilayah tersebut, khususnya terkait negosiasi Suriah.
Menurut Geranmayeh, negara-negara Barat harus meningkatkan upaya untuk menjaga proses ini. Mereka harus mendorong Saudi dan Iran melanjutkan partisipasi membahas pembicaraan damai Suriah.
Peristiwa ini, kata dia, menegaskan perlunya pemulihan hubungan antara Teheran dan Riyadh. Jika tidak, hal itu berpotensi menimbulkan masalah lebih lanjut di tengah konstelasi politik wilayah yang sudah rapuh.
Memanasnya ketegangan bermula saat Saudi mengumumkan telah mengeksekusi 47 narapidana teroris. Sebagian besar Suni. Namun ada juga pemimpin religius Syiah Nimr al Nimr.
Baca juga, Ini Jalan Panjang Konflik Saudi-Iran, dari Revolusi Hingga Insiden Makkah.
Saudi menuduh al Nimr telah memimpin protes anti-pemerintah di timur negara itu dan menghasut kekerasan. Eksekusi al Nimr kemudian memicu protes di sejumlah negara, termasuk Iran. Di sana, demonstran masuk ke Kedutaan Saudi dan menyebabkan aksi kebakaran.
Menteri Luar Negeri Arab Saudi menuduh pemerintah Iran terlibat dalam serangan itu. Di lain pihak, Presiden Hassan Rouhani telah memerintahkan penangkapan pelaku serangan ke kantor kedutaan itu, seraya tetap mengutuk eksekusi al Nimr.