REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan menteri agama Suryadharma Ali menceritakan sejumlah cerita sukses ibadah haji di bawah kepemimpinannya selama 2009-2014.
"Pertama kali saya sebagai menteri agama, keuangan haji tidak terlalu baik. Disimpan di banyak banyak bank yang kuat dan lemah, tidak terseleksi, tersimpan dalam bentuk giro yang hasil atau manfaatnya sangat kecil,"ujarnya saat membeberkan pledoinya di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (5/1).
Suryadharma kemudian mengklaim penyimpanan dana haji itu dia benahi. Dia juga mengaku telah menyeleksi bank-bank penerima setoran haji yang kuat, kredibel, 'prudent' kemudian diubah sifat penyimpanannya dari giro menjadi sukuk dan deposito yang kemudian hasilnya berlipat ganda ketika uang itu disimpan pada giro.
Konsekuensi logis penyimpanan uang tersebut menurut Suryadharma berdasarkan UU No 13/2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji, maka seluruh hasil manfaat dipergunakan sepenuhnya untuk pembiayaan penyelenggaraan ibadah haji.
"Karena itu sejumlah komponen penyelenggaraan ibadah haji yang mestinya dibayar jamaah tidak lagi dibayar jamaah tapi dibayar oleh hasil manfaat yaitu dalam bahasa bank konvensional disebut bunga yang disimpan ada yang lima,delapan, 10, 12 tahun. Totalitas hasil manfaat itu dipergunakan sepenuhnya untuk biaya operasional ibadah haji," tambah Suryadharma.
Mantan ketum DPP PPP itu mengklaim sejumlah komponen biaya haji tidak perlu dibayarkan lagi oleh jamaah karena sudah mendapatkan hasil manfaat dari simpanan dana umat di sukuk dan deposito.Sehingga dari segala komponen ibadah haji tinggal 2 komponen yang harus dibayar.
"Yang pertama tiket pesawat yang kedua untuk perumahan di Mekkah. Perumahan di Mekkah pun tidak dibayar 100 persen tapi disubsidi dari hasil manfaat kisarannya 30-45 persen dengan demikian kira-kira hanya 1,5 komponen saja yang harus jamaah haji bayar," tambah Suryadharma.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menuntut Suryadharma selama 11 tahun penjara dan pidana denda sejumlah Rp750 juta subsidair enam bulan kurungan ditambah pidana uang pengganti sejumlah Rp2,23 miliar karena dinilai terbukti melakukan tindak pidana korupsi pelaksanaan ibadah haji periode 2010-2013.