REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Masyarakat Minangkabau dan netizen ramai memperbincangkan surat terbuka yang ditulis oleh seorang bloger, Netri Olala, kepada Wali Kota Pariaman pada halaman netriolala.blogspot.co.id.
Dalam surat terbuka tersebut, Netri mengaku miris dengan organ tunggal di Pariaman yang tidak sesuai dengan falsafah masyarakat Minangkabau. Menurut dia, organ tunggal tersebut kerap mempertontonkan hal-hal yang tak senonoh.
Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumatra Barat Terpilih, Gusrizal Gazahar, mengungkapkan, banyak faktor yang menyebabkan banyaknya hal yang bertentangan dengan falsafah hidup masyarakat Minangkabau, yaitu adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah.
"(Faktor) banyak. Pertama, ekonomi yang lepas dari panduan nilai agama dan budaya," kata dia di Kota Padang, Sumatra Barat, Selasa (12/1).
Maksudnya, ia melanjutkan, dewasa ini banyak orang yang mementingkan keinginannya sendiri dengan menghalalkan banyak cara. Kedua, menurutnya, adanya sikap permisif dari masyarakat, yaitu semangat menjaga amar makruf nahi mungkar yang sudah menipis.
Apalagi, kata Gusrizal, di tengah fenomena yang menganggap protes merupakan bentuk tindakan radikal dan konservatif. Dengan begitu, hal ini justru memicu orang untuk semakin berani melakukan hal-hal yang bertentangan dengan syariat Islam.
Selama ini, kata dia, ada faktor pengabaian oleh pihak-pihak yang bertanggung jawab, di antaranya pemda. "Bukan hanya pemda, kalangan tokoh umat dan masyarakat, tak sedikit yang anggap itu (organ tunggal) hal biasa. Sehingga, menjadi terlalai, jadi kompleks faktornya," ujarnya menjelaskan.
Gusrizal menilai, saat ini seluruh komponen harus bersama-sama turun tangan untuk mengembalikan dan menjaga kehidupan umat. Dan, lanjut dia, semua berjalan dengan tuntunan agama serta sesuai kearifan tradisi budaya Minangkabau.
"Ada kesepakatan, kemudian dilaksanakan di lapangan, sekarang bukan saatnya tunjuk hidung," tuturnya.
Ia mengakui, selama ini MUI Sumbar kurang memantau kondisi di daerah. Dengan demikian, adanya kelalaian tersebut justru membuka peluang, misalnya, keadaan ketidaktahuan masyarakat atau hati seseorang yang jauh dari keimanan.
Dikatakannya, MUI Sumbar akan melakukan pendekatan lebih aktif serta berkoordinasi dengan dai-dai di daerah untuk meningkatkan kesadaran umat agar jangan melakukan hal-hal maksiat. "Jangan hanya mencari solusi untuk persoalan yang muncul, tapi juga yang akan terjadi ke depan," ujarnya.