Oleh: Nasaruddin Umar, Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Surah al-Fatihah menampilkan dua sifat Allah SWT yang seolah-olah kontradiktif, yaitu sifat kasih sayang (al-rahmah) dan sifat marah (al-gadhab). Sifat kasih sayangnya ditunjukkan di dalam ayat pertama yang memperkenalkan dirinya sebagai pribadi (Allah) Maha Pengasih dan Maha Penyayang (al-Rahman al-Rahim), ayat kedua memperkenalkan diri-Nya sebagai Maha Pemelihara (rububiyyah) terhadap segenap alam semesta, dan ayat ketiga memperkenalkan dirinya sebagai Tuhan (Rab) juga Maha Pengasih dan Maha Penyayang (al-Rahman al-Rahim).
Masalahnya ialah bagaimana memahami diri-Nya sebagai Maha Kasih Sayang, tetapi pada sisi lain Ia mengisyaratkan diri-Nya sebagai: Malik yaum al-din (Yang memiliki hari pembalasan) (QS al-Fatihah [1]:4) dan memperkenalkan sifat kemurkaan (al-magdhub) kesesatan (al-dhalin): Gair al-magdhub 'alaihim wa la al-dhalin (bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat) (QS al-Fatihah [1]:1-7).
Jika kita menyimak secara mendalam, baik dari segi bahasa maupun semangat umum keseluruhan dari tujuh ayat surah al-Fatihah maka sesungguhnya bisa dipahami bahwa sesungguhnya sifat kasih sayang Allah SWT menenggelamkan sifat kemurkaan dan kebencian-Nya.
Nama Allah yang diperkenalkan di dalam surah al-Fatihah yang dikenal sebagai Umm al-Qur'an dan Umm al-Kitab ialah "Allah" sebagai lafz al-Jalalah, Rabb yang menonjolkan makna kelembutan (feminine, nurturing), al-Rahman, dan al-Rahim. Bahkan, basmalah (bi ism Allah al-Rahman al-Rahim) yang terulang sebanyak 114 kali di dalam Alquran menekankan dua sifat utamanya yang sering disebut sebagai ummahat al-shifah.