REPUBLIKA.CO.ID, Banyaknya model pemikiran Islam dari yang liberal hingga ekstrimis membuat Majelis Ulama Indonesia (MUI) serta tokoh-tokoh umat Islam mengampanyekan konsep ummatan washatan.
Maksudnya, Islam pertengahan yang bisa mengusung perdamaian dan rahmatan lil alamin. Washath (pertengahan) tidak ekstrim seperti mereka yang radikalis, tetapi tidak pula liberal yang bisa jatuh pada penistaan agama.
Sekretaris Jendral Pimpinan Pusat (PP) Al Washliyah, KH Masyhuril Khamis mengatakan, konsep Islam yang moderat ini bukanlah hal baru tetapi memang menjadi ide dasar ajaran Islam. Jika melihat historis munculnya Islam, proses-proses pensyariatan selalu terkesan moderat. Ditandai istilah Nabi SAW, "Khairul umuri aushatiha" (Sebaik-baik urusan adalah urusan pertengahan). (HR Ahmad).
"Kita lihat dalam proses ajaran Islam. Ketika awal Rasul diutus, periode pertama itu fokus risalah Islam bicara soal akidah dan akhlak. Baru pada periode Madinah, Rasul menegakkan amar makruf nahi mungkar," jelas Kiai Masyhuril Khamis kepada Republika.co.id.
Ia mengatakan, tak satupun dari dakwah nabi yang diwarnai kekerasan. Semuanya tergambar dalam Alquran surat Ali Imran [3] ayat 159. "Dakwah itu artinya mengajak, bukan mengejek. Dakwah Rasul itu betul-betul mengusung umat wasatan," jelasnya.
Di samping lemah lembut dalam urusan dakwah, ajaran Islam juga tegas dalam penegakan amar makruf nahi munkar. "Kalau nahi munkar itu perintah dan sifatnya instruktif. Rasul tegas menegakkan perintah Allah SWT, tapi bukan keras," paparnya lagi.
Untuk itulah, mereka yang ingin mengusung konsep ummatan washatan tak perlu memakai unsur kekerasan dalam menegakkan nahi munkar. "Kita harus cerdas. Nahi mungkar itu harus bersinergi dengan yang punya kekuasaan dan punya wewenang untuk itu. Disitulah fleksibilitas ajaran Islam. Tidak boleh kita sebagai orang sipil menyelesaikan nahi munkar main hakim sendiri atau pakai kekerasan," jelasnya.