REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Pemerintah mulai mempercepat langkah kerja Badan Restorasi Gambut (BRG), pascadiresmikan pada 6 Januari 2016. BRG memulainya dengan menggandeng Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) membangun jaringan kerjasama dengan pemerintah, sektor swasta, masyarakat sipil serta mitra internasional.
“Kerja merestorasi lahan gambut merupakan kerja yang besar, diperlukan dukungan ilmu pengetahuan, penelitian dan technical assistance dari berbagai pihak," kata Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar sebagaimana dikutip dalam rilis, Senin (1/2).
Pernyataan tersebt ia sampaikan dalam pertemuan BRG dengan sejumlah mitra internasional The David and Lucile Packard Foundation (Packard Foundation/DLPF) dan The Climate dan Land Use Alliance (CLUA) pekan ini.
Salah satu yang harus diperhatikan, lanjut dia, yakni dalam bidang perpetaan. Ia melihat Indonesia masih kekurangan pakar perpetaan. Oleh karena itu jalinan kerjasama dengan berbagai pihak bertujuan memperkuat hal tersebut. Perpetaan merupakan alat yang sangat penting dalam aspek perencanaan segala program.
President of DLFP Carol Larson memastikan bahwa mereka siap mendukung, karena institusinya sangat peduli terhadap sektor lingkungan hidup, kehutanandan kelautan. Sementara itu, Kepala BRG, Nazir Foead memastikan jika kerjasama ini berjalan maka yang paling diuntungkan adalah BRG.
Oleh karena itu dia mengundang DLPF dan CLUA juga agar mendukung kerja BRG dalam mengembangkan pembangunan sosial ekonomi yang berkelanjutan. Ia juga akan memperbaiki kehidupan masyarakat serta kontrol atas pengelolaan sumber daya alam untuk masyarakat pedesaan, masyarakat miskin, dan masyarakat yang bergantung pada hutan, termasuk masyarakat hutanadat dan petani-petani kecil.
Dalam pertemuan dilakukan pula penandatanganan letter of intent antara Badan Restorasi Gambut (BRG), the David and Lucile Packard Foundation (Packard Foundation/DLPF) dan the Climate dan Land Use Alliance (CLUA).
Adanya Letter of intent tersebut menegaskan kesepahaman pokok terkait kerjasama tiga pihak tersebut dalam upaya pencegahan degradasi lahan gambut dan pemulihan lahan gambut di Indonesia. Letter of intent ini berlaku dalam periode waktu tiga tahun, yaitu hingga 29 Januari 2019.