REPUBLIKA.CO.ID, SAN FRANCISCO -- Twitter menyatakan telah menutup 125 ribu akun yang terutama memiliki kaitan dengan kelompok yang dikenal dengan nama ISIS sejak pertengahan 2015.
Jaringan media sosial yang berpusat di Kota Pantai AS San Francisco memiliki lebih dari 500 juta pengguna di seluruh dunia, menyatakan dalam satu "tweet" bahwa kebijakannya tak mengizinkan pengguna Twitter mendorong terorisme.
Twitter, jika dibandingkan dengan jaringan sejenisnya yang berpusat di AS, dipandang lebih enggan untuk mencampuri isi yang diposting oleh pengguna. Namun, kali ini Twitter mulai melototi gerakan penggunanya.
Dalam sejarahnya selama hampir 10 tahun, jaringan tersebut telah memiliki sistem yang menentang pornografi anak-anak. Menurut satu laporan yang disiarkan pada 2015 oleh Brookings Institution, kelompok pemikir yang berpusat di Washington DC menyatakan ISIS memiliki sedikitnya 46 ribu akun Twitter aktif selama masa tiga-bulan pada 2014.
Xinhua melaporkan, tekanan atas Twitter agar mengekang propaganda ISIS dan kelompok garis keras lain berasal dari Pemerintah AS serta organisasi non-pemerintah dan per orang. Pada Januari, jaringan sosial itu dituntut oleh janda seorang warga negara AS yang tewas dalam satu serangan terhadap pusat pelatihan polisi Jordania.
Penuntut tersebut dilaporkan menuduh Twitter mempermudah ISIS untuk mendorong kekerasan. Namun Twitter pada Jumat menyatakan jaringan itu "selalu berusaha menjaga keseimbangan antara pelaksanaan Peraturan Twitter yang mencakup larangan prilaku, keperluan sah pelaksana hukum, dan kemampuan pengguna untuk berbagi pendapat secara bebas. Termasuk pandangan yang mungkin tak disetujui oleh orang lain atau dikatakan menyerang.
Sementara itu, jaringan tersebut menyatakan telah meningkatkan ukuran tim yang mengkaji laporan yang berkaitan dengan terorisme, dengan tujuan mengurangi masa reaksinya. "Kami juga meneliti akun lain yang serupa dengan yang dilaporkan dan meningkatkan piranti yang layak untuk memerangi 'spam' ke permukaan akun lain yang berpotensi melakukan pelanggaran untuk kajian oleh anggota kami," tulis Twitter.
"Kami sudah melihat hasilnya, termasuk peningkatan dalam pembekuan akun dan jenis kegiatan untuk mematikan Twitter," Twitter mengklaim.
Twitter, yang mengakui tak ada "algoritme magis" untuk mengidentifikasi isi terors di Internet, mengatakan jaringan tersebut akan terus secara agresif melaksanakan peraturan mereka di bidang terorisme.