REPUBLIKA.CO.ID, PANGKAL PINANG -- Rasa pilu di tiap sudut Kota Pangkal Pinang, Bangka Belitung tak sempat tertangkap mata kamera. Meski air bah sudah surut, namun di balik tembok-tembok bata atau kayu masih tersisa kelembaban berbau amis tak karuan setelah direndam banjir dahsyat.
Air bah yang datang menggulung bagaikan tsunami di tengah Kota Pangkal Pinang betul-betul mengagetkan ribuan penduduk. Puluhan tahun banjir tak pernah menghantam separah ini. Akhirnya, kepedihan psikologis teramat dalam tegurat di mata sendu penduduk setempat. Bagi mereka yang kaya dan berduit, banjir memang menghilangkan dan merusak barang-barang mereka. Tapi toh barang yang rusak tinggal dibuang. Tapi, lain ceritanya bagi mereka yang hidup dalam kemiskinan. Bisa jadi 90 persen populasi korban banjir luapan Sungai Rangkui di Kota Pangkal Pinang adalah warga yang termasuk dalam golongan ini. Kehancuran harta benda yang harus diterima, sangat mengganggu jiwa dan pikiran mereka.
Bayangkan saja, sedikitnya ada puluhan rumah habis seluruh harta bendanya. Baju hancur, kotor, sobek tak bisa lagi digunakan, lemari kayu tak berbentuk lagi diterjang derasnya bah setinggi genteng rumah. Jangan tanya bagaimana bentuk kasur mereka. Barang wajib yang sudah dipastikan ada di setiap rumah itu basah, lembab, berubah berbau busuk dan tidak bisa lagi digunakan. Mungkin miliaran kuman, bakteri dan sumber penyakit lain sudah bersarang permanen di sana, terendam air banjir selama lebih dari dua hari itu.
“Kasur terendam semua, sudah dibuang, tidak bisa dipakai lagi,” ujar salah satu korban banjir, Anita, dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, Ahad (14/2).
Lain halnya dengan Joni, warga Pintu Air yang tinggal persis di gang belakang Posko Kemanusiaan Aksi Cepat Tanggap (ACT) Jalan Mentok, Pangkal Pinang. Di depan rumah Joni, nampak berjejer lima kasur ukuran besar yang basah total terendam air banjir. Joni sepertinya masih ragu mau diapakan kasur-kasur basah dan bau lumpur tersebut. Jika terpaksa dibuang, ia tak mengerti darimana uang untuk membeli kasur-kasur baru. Bahkan hampir 80 persen barang-barang di rumahnya tak berbentuk lagi. Kasur memang jadi kebutuhan paling mendesak bagi warga terdampak banjir di Pangkal Pinang saat ini.
Saat bantuan makanan dan baju-baju layak pakai sudah menumpuk, satu hal yang luput bahwa korban banjir Pangkal Pinang masih meringkuk di antara dinginnya lantai rumah yang masih lembab dan berbau lumpur. Butuh ribuan kasur baru untuk menjadi obat penghangat hati dan pikiran, melupakan sejenak derita banjir dalam lelapnya mimpi. Mari bergabung dalam Program Seribu Kasur untuk Pangkal Pinang.
Qommarria Rostanti