REPUBLIKA.CO.ID, Shylet Mutsago (63 tahun) tinggal di dekat tambang berlian Marange, di Zimbabwe. Namun, kini ia tak bisa menyembunyikan kemarahannya karena tambang berlian di wilayahnya tak bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat.
Dari kejauhan ia melihat bagaimana perusahaan yang mencari berlian Aluvial, melepaskan awan debu merah ke langit. Sementara warga setempat semakin sulit menghadapi musim kemarau panjang yang menyebabkan mereka kelaparan.
"Harapan kami mendapatkan keuntungan dari berlian sudah berlalu. Dengan kemarau parah ini kami sekarang menyerahkan hidup kami ke tangan Tuhan. Kami hidup dekat tambang berlian, tapi kami kelaparan," ujar Mutsago.
Mutsago menambahkan, kemarau panjang membuat panen warga gagal. Hal ini bahkan membuat sejumlah warga tak mampu lagi hanya sekadar makan satu kali sehari. Mereka bertahan dengan buah-buahan liar seperti baobab.
Warga di dekat pertambangan berlian Marange ini awalnya berharap, industri berlian dapat berinvestasi pada sistem irigasi di sana. Padahal hukum nasional jelas mewajibkan perusahaan pertambangan membantu mengembangkan masyarakat setempat.