Selasa 16 Feb 2016 17:15 WIB

Limbah Pabrik Cemari Permukiman Warga di Cimahi

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Friska Yolanda
Aliran air yang tercemar limbah pabrik di Melong, Cimahi Selatan, Kota Cimahi
Foto: Umar Mukhtar/Republika
Aliran air yang tercemar limbah pabrik di Melong, Cimahi Selatan, Kota Cimahi

REPUBLIKA.CO.ID, CIMAHI -- Sejumlah warga Kelurahan Melong, Kota Cimahi, mengalami banyak persoalan akibat limbah industri yang mengalir selama bertahun-tahun. Sebagian dari mereka enggan membeberkan nama aslinya kepada media karena khawatir mendapat intimidasi dari kelompok masyarakat yang menunggangi beberapa pabrik.

Salah seorang warga Melong Asep (nama samaran) menuturkan, banyak pabrik tekstil berdiri di kelurahan tersebut. Pabrik itu mulai marak berdiri sejak akhir 1980-an. “Dulu itu di sini sawah, terus mulai banyak pabrik didirikan,” kata dia saat rumahnya disambangi Republika.co.id, Senin (15/2).

Terdapat tiga pabrik besar di Melong, Cimahi, yakni PT Dewa Sutratex II (dulu PT Hintex), PT Kamarga Kurnia Textile Industry, dan PT Sapta Jaya Textilindo. Mayoritas pabrik di sana bergerak di sektor manufaktur, dengan produknya berupa tekstil.

Sejak pabrik marak di Melong, warga mulai sering dihantui persoalan, mulai dari air tanah yang menguning, hingga debu hitam akibat pembakaran batu bara yang kerap menyelimuti rumah warga sekitar. Tidak jarang, debu yang dikeluarkan dari pabrik di Melong mengakibatkan sejumlah warga sesak napas dan batuk. 

Di waktu-waktu tertentu, seperti pagi atau sore, sering tercium aroma tak sedap dari kawasan pabrik. Aroma itu, ada yang berasal dari limbah industri, ada juga dari debu bekas pembakaran batu bara. 

Limbah cair industri ini mengalir ke sebuah kali yang melintasi daerah Cimindi-Cibaligo-Melong. Terusan kali ini bahkan hingga memasuki wilayah Kabupaten Bandung. Menurut warga, pembuangan limbah cair ini kadang pagi atau sore. “Air di kali itu jadi hitam,” ujarnya.

Padahal, lanjut Asep, berdasarkan aturan, limbah yang dikeluarkan pabrik itu harus sudah bersih dan jernih dari asal tempat pembuangannya. Karena, ada kewajiban perusahaan mengelola limbah sebelum dibuang.

Sekitar 2003, warga sempat mengadu ke Pemerintah Kota (Pemkot) Cimahi, tepatnya ke Kantor Lingkungan Hidup (KLH) Cimahi. Petugas dari KLH memang datang ke lokasi pabrik dan sekitarnya. Namun, hasil dari pemantauan tersebut masih tidak berbuah positif. “Enggak ada tindak lanjutnya,” ujar dia.

Terakhir kali petugas KLH datang ke Melong pada tahun lalu. Mereka datang untuk mengecek pabrik dan tempat pembuangannya. Namun, kata dia, selalu saja kedatangan dari KLH itu tidak membuahkan dampak yang positif bagi warga. Bau dari limbah, debu dari hasil pembakaran batu bara, dan kuningnya air di pemukiman warga, masih terasa. 

Kepala Kantor Lingkungan Hidup Kota Cimahi M Ronny mengakui kualitas air yang melintasi Melong, dari hulu hingga hilir, memang buruk. Artinya, air di kawasan itu memang tercemar. 

Hasil tersebut diperoleh setelah melalui uji sampel yang dilakukan pada beberapa tahun terakhir. “Warna (pada air) itu belum tentu mengindikasikan pencemaran. Tapi kalau buruk, berarti tercemar,” katanya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement