REPUBLIKA.CO.ID, DAMASKUS -- Bantuan kemanusiaan telah mencapai wilayah terkepung di Suriah, setelah truk yang penuh persediaan meninggalkan Damaskus. Sementara PBB menyatakan, satuan tugas (Satgas) yang mencari akses bantuan kemanusiaan di seluruh negeri akan bertemu di Jenewa pada Kamis (18/2).
Dilansir Aljazirah, Koordinator Penduduk dan Kemanusiaan PBB di Suriah, Yacoub el-Hillo mengatakan, PBB menyatakan telah mencapai lima kota yang membutuhkan bantuan. "Konvoi mengangkut bantuan untuk menyelamatkan jiwa, termasuk makanan, obat-obatan serta peralatan, vaksin, air dan alat-alat sanitasi hampir 100 ribu orang yang membutuhkan bantuan," kata Hillo dalam siaran pers pada Rabu (17/2) malam.
Bulan Sabit Merah Suriah telah berkoordinasi dengan PBB terkait pengiriman bantuan.
Kantor berita negara Suriah SANA melaporkan, sekitar 35 kendaraan tiba di Moadimayet al-Sham, sebuah kota yang dikuasai pemberontak dan telah dikelilingi pasukan Presiden Bashar al-Assad. Syrian Observatory for Human Rights mengatakan, enam truk juga telah memasuki al-Foua dan Kafraya, dua kota yang dikepung oleh pemerintah sejak 2012. Sekitar 50 kendaraan bantuan lain tiba di Madaya dan Zabadani.
Pemerintah Suriah memang telah menyetujui akses ke tujuh daerah yang terkepung. PBB mengatakan, izin dikeluarkan setelah pembicaraan krisis di Damaskus pada Selasa (16/2), sepekan sebelum perundingan damai lanjutan dimulai.
PBB telah menuntut akses tanpa hambatan untuk bantuan kemanusiaan mencapai seluruh area yang dikepung di negara tersebut. Sekjen PBB juga telah memperingatkan bahwa kelaparan di Suriah, termasuk dalam kejahatan perang.
Kini PBB sedang berjuang mengirimkan bantuan ke sekitar 4,5 juta warga Suriah yang tinggal di daerah yang sulit dijangkau, termasuk hampir 400 ribu ke wilayah yang terkepung.
Dokter Lintas Batas (MSF) mengatakan, setidaknya 35 orang telah meninggal akibat kelaparan di Madaya sejak awal Desember 2015. Selain itu, lebih dari 250 orang juga menderita kekurangan gizi akut.
Pertempuran di Suriah dimulai sebagai sebuah pemberontakan bersenjata melawan Assad pada Maret 2011. Sejak itu, konflik terus meluas hingga menewaskan lebih dari 260 ribu jiwa.