REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ada tiga kata kunci dalam penyelenggaraan Musyawarah Nasional (Munas) Partai Golkar 2016. Ketiganya yakni demokratis, rekonsiliatif, dan berkeadilan.
Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat dari Fraksi Partai Golkar Hajriyanto Y Thohari mengatakan demokratis dapat diartikan, semua tahapan dan proses penyelenggaraan Munas harus melalui prosedur yang dimiliki partai. Misalnya kepanitiaan Munas dipilih melalui rapat pleno Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Golkar dan kemudian disahkan.
Sementara itu, rekonsiliatif dapat ditunjukkan melalui kepanitiaan yang mencerminkan rekonsiliasi dalam Golkar. "Jangan sampai ada yang tertinggal, kepanitiaan harus mencerminkan kekuatan yang ada dalam tubuh Golkar yang selama ini terdapat di dalamnya," ujarnya saat diskusi 'Mau Kemana Golkar?', Ahad (21/2).
Kata kunci berkeadilan mengandung makna, kepanitiaan harus adil, baik terhadap hal maupun kewajiban. Jika ketiga kata kunci tersebut tidak dipenuhi, maka Munas yang rencananya diselenggarakan Maret, hanya akan jadi Munas ketiga dalam tubuh Golkar dan tidak akan menyelesaikan konflik. Jika 'trisula' ini tidak ditempuh atau dilaksanakan, maka tidak mustahil akan melahirkan kepengurusan baru.
Munas, kata Hajriyanto, menjadi pembelajaran untuk menyelesaikan konflik internal Golkar. Komitmen demokratis, rekonsiliatif, dan berkeadilan harus tercermin dalam Munas itu sendiri.
"Kalau tidak manifes, maka akan menjadi dalih bagi pihak-pihak yang kalah. Tidak merasa puas dan melakukan gerakan lagi karena Munas dinilai tidak penuhi tiga hal itu," ujar Hajriyanto.
Sejak dualisme masih sebatas di tingkat elit (DPP) dan belum merambah ke DPP, Hajriyanto sudah menyarankan satu-satunya jalan menyelesaikan konflik adalah lewat Munas. Namun hampir semua kader pesimis dan menolak.
Menurut dia, konflik politik tidak akan bisa diselesaikan lewat proses hukum. Terbukti, apapun putusan lembaga peradilan, tidak diterima salah satu kubu.