REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jumlah pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan sepanjang 2015 mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya. Ini dikarenakan tidak adanya perubahan signifikan dalam pola penanganan kasus-kasus pelanggaran tersebut.
"Pola penanganan pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan oleh pemerintah seperti penegakan hukum, pemulihan hak korban dan inklusi antarpihak yang terlibat konflik agama kurang sistematis dan terlihat sporadis," kata Analisa Wahid Institute dalam Laporan Tahunan Kemerdekaan Beragama dan Berkeyakinan di Indonesia, Selasa (23/2).
Perwakilan Wahid Institute, Taufik Winaldi mengatakan kebebasan beragama tidak dapat ditunda dan tidak dapat tidak dipenuhi. Seperti terinspirasi oleh Gus Dur yang telah menjamin kebebasan beragama dan pluralitas.
Kabar yang baik, menurut dia,saat ini seluruh kepala daerah dan pemerintah mendukung adanya kebebasan beragama. Tetapi di media massa banyak kabar buruk yang terjadi terhadap adanya kebebasan agama.