REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Pakar keuangan syariah, Dr Muhammad Syafii Antonio mengatakan, pemberdayaan masyarakat dibutuhkan untuk menepis tudingan negatif terhadap umat Muslim. Khususnya tudingan negatif terkait isu Islamophobia atau anti-Islam di negara-negara Barat.
"Hal itu diungkapkan Ketua Sekolah Tinggi Ekonomi Islam (STEI) TAZKIA tersebut pada acara diskusi yang digelar Perhimpunan Pelajar Indonesia Essex, di kampus Universitas Essex, Colchester, Inggris," kata Sekretaris PPI Essex Hasna Azmi Fadhilah, Selasa (1/3.
Syafii Antonio mengatakan, maraknya isu Islamophobia di negara Barat, mengakibatkan banyak umat Muslim yang kemudian berlomba-lomba menyalahkan media. Namun, apakah hanya media yang patut disalahkan? "Tentu tidak, berbagai upaya diperlukan untuk menepis tudingan negatif terhadap umat Islam, ujarnya.
Menurut Syafii Antonio, kuncinya adalah pemberdayaan masyarakat, karena citra buruk yang melekat pada umat muslim mungkin tidak semuanya benar, tapi ketika melihat peta dunia dan mengulik fakta-fakta umum di negara-negara mayoritas Muslim.
Diakuinya umat Muslim seringkali salah kaprah dengan yang namanya hukum Islam seperti fardu kifayah, di mana suatu ibadah bila sudah ditunaikan orang lain, kewajiban tersebut gugur pada yang lainnya. Umumnya hal tersebut hanya dikaitkan dengan ritual ibadah, tidak dihubungkan dalam kehidupan sehari-hari.
Situasi yang sama juga terjadi pada ekonomi umat Islam. Ketika melihat potensi populasi umat Islam, bila hukum statistik korelasi positif bekerja dengan baik, harusnya semakin banyak umat Muslim, semakin tinggi kesejahteraannya.
Situasi ini menggerakkan ketua Tazkia itu menyerukan untuk terlibat dalam menggerakkan ekonomi Islam yang memiliki potensi luar biasa, apabila dapat berkembang pesat, menggerakkan umat berbuat baik juga lebih mudah. Masalahnya sekarang adalah umat Islam banyak yang kekurangan, ketika diminta berzakat, waqaf, merasa keberatan karena belum dapat memenuhi kebutuhan pokoknya.
Menurut Syafii Antonio, ketika umat Islam belum dapat menguasai lapisan utama ekonomi, tentu akan sangatlah mudah bagi pihak yang tidak menyukai Islam untuk memecahbelah umat. Melalui produksi ekonomi inilah, ia mengusulkan solusinya yang diharapkan dapat menjadi fondasi dasar memperbaiki kesejahteraan umat.
Misalnya berhaji, begitu banyak hal-hal yang dapat dijadikan potensi ekonomi yang dikuasai non-Muslim. Bahkan urusan akomodasi di Makkah pemiliknya rata-rata non-Muslim. "Selain itu umat Islam juga jauh tertinggal dari segi inovasi, belum ada satu negara muslim pun menjadi desainer atau produsen alat komunikasi kenamaan," ucap Syafii Antonio.