REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Balai Besar Karantina Pertanian Surabaya menyita 609 ton buah impor yang tersimpan di 34 kontainer tanpa jaminan kesehatan asal Cina.
"Penyitaan dilakukan setelah pemeriksaan dokumen dan fisik tak ada kesesuaian," ujar Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman di sela peninjauan di lokasi penyitaan buah impor di Terminal Peti Kemas Surabaya, Jatim, Jumat (4/3).
Buah-buah impor yang terdiri dari jeruk, pir dan apel tersebut berpotensi membawa lalat buah karena sangat menyukai jeruk sebagai medianya. Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 42 Tahun 2012, spesies lalat buah yang berasal dari Cina adalah Bactrocera tsuneonis/Japanese Orange Fly/Cytrus Fruit Fly, yaitu organisme pengganggu tumbuhan yang belum terdapat di Indonesia.
Badan Karantina Pertanian selaku penjamin produk segar dan olahan yang masuk melalui bandara dan pelabuhan di Indonesia, kata dia, menindak tegas ini untuk menyelamatkan potensi kerugian petani Rp 2,2 triliun. "Petani akan merugi bila telur dan larva lalat buah yang terbawa di dalam jeruk ilegal ini menjangkiti tanaman jeruk dalam negeri," ucapnya.
Terhadap kasus ini, Badan Karantina mengambil langkah penegakan hukum karena diduga melanggar Pasal 5 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan dengan ancaman pidana penjara paling lama tiga tahun dan denda paling banyak Rp 150 juta.
Tidak itu saja, pelanggar juga dikenai Pasal 31 undang-undang yang sama dengan ancaman pidana penjara paling lama satu tahun dan denda paling banyak Rp 50 juta. "Sudah ada laporan bahwa sudah masuk ranah penyidikan. Yang pasti kasus ini harus ditindak tegas," ujarnya, menegaskan.
Amran juga mengimbau kepada seluruh masyarakat Indonesia lebih mencintai dan mengkonsumsi buah Nusantara yang lebih sehat, sekaligus sebagai wujud meningkatkan kesejahteraan petani dalam negeri.