Selasa 15 Mar 2016 21:16 WIB

Indonesia Harus Cari Pasar Baru Ekspor

Rep: Debbie Sutrisno‎/ Red: Nur Aini
Ekspor Impor (ilustrasi)
Foto: Republika
Ekspor Impor (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pengamat Ekonomi dari Institute National Development and Financial (Indef), Ahmad Heri Firdaus ‎ menuturkan, menurunnya nilai impor dikarenakan penyerapan bahan baku, konsumsi, dan modal oleh industri dalam negeri masih sangat minim. Penyebabnya sudah pasti karena perlambatan perekonomian di sejumlah negara yang menjadi market utama industri Indonesia.

"Sekarang negara langganan ekspor sulit menyerap barang karena pelambatan. Efeknya industri kita mengerem produksinya, ini jelas berdampak pada industri yang membutuhkan bahan dasar untuk ekspor dari luar negeri. Ada penurunan bahan baku," ujar Ahmad, Selasa (15/3).

Badan Pusat Statistik (BPS) merilis hasil ekspor dan impor di bulan Februari 2016. Hasilnya neraca perdagangan Indonesia masih surplus. Bahkan meningkat di bulan Januari 2016. ‎Neraca perdagangan Indonesia pada Februari 2016 surplus mencapai 1,14 miliar dolar dimana kinerja ekspor mencapai 11,30 miliar dolar, sementara impor sebesar 10,16 miliar dolar.

Meski mengalami hasil positif di bulan kedua 2016, hal ini masih dianggap belum optimal dalam peningkatan perekonomian. Sebab nilai impor justru semakin menurun. Nilai impor Indonesia Februari 2016 mencapai 10,16 miliar dolar atau turun 2,91 persen apabila dibandingkan Januari 2016. Hal ini juga menurun dibanding Februari 2015 yang turun mencapai 11,71 persen.

Pemerintah dinilai harus mencari pasar-pasar baru untuk menjual hasil industri dalam negeri. Dengan adanya pasar baru yang mampu menyerap produk Indonesia, sudah pasti industri akan kembali memproduksi barang yang produknya membutuhkan barang impor.

Dalam pencarian pasar baru ini, Kementerian yang di dalamnya ada menteri perdagangan dan menteri luar negeri harus dengan cepat mencari dan menentukan produk apa saja yang bisa dimasuki oleh industri Indonesia. Jangan sampai Indonesia terlambat membuka pasar baru, yang nantinya akan tersalip oleh negara berkembang lainnya seperti Vietnam, Thailand, atau Myanmar.

"Pemerintah harus agresif mencari pasar baru. Informasi kebutuhan barang pokok disejumlah negara pasti dibutuhkan industri kita," papar Ahmad.

Selain di luar negeri, pemerintah juga bisa mencari alternatif dengan memaksimalkan pasar dalam negeri untuk menyerap barang buatan sendiri. Sehingga industri tidak meminimalisasi produksi terlalu banyak, karena produk mereka masih bisa terserap di dalam negeri.

Baca juga: Darmin Anggap Surplus Perdagangan Februari 2016 Berkualitas

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement