Rabu 16 Mar 2016 17:00 WIB

Fatayat NU Perjuangkan RUU Pro Perempuan dan Anak

Ketua Umum PP Fatayat NU Anggia Ermarini.
Foto: Antara
Ketua Umum PP Fatayat NU Anggia Ermarini.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setiap tanggal 8 Maret selalu diperingati sebagai Hari Perempuan Internasional. Tentu saja hal itu merupakan momentum strategis untuk melakukan refleksi terhadap gerakan perjuangan kesetaraan dan keadilan gender. Kehadiran negara wajib terus ada melalui payung hukum yang memadai untuk melindungi dan memberdayakan perempuan.

Pimpinan Pusat Fatayat Nahdlatul Ulama (PP Fatayat NU) sebagai ormas perempuan muda NU menilai, itu  jadi momentum untuk mengkaji dan mendorong Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2016 yang berprespektif penguatan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak. Ketua Umum PP Fatayat‎ NU Anngia Ermarini menyatakan, DPR telah mengesahkan 40 Rancangan Undang Undang (RUU) Prolegnas Prioritas 2016 dan terdapat 16 RUU Prolegnas 2016 yang tidak masuk dalam prioritas Prolegnas.

Dalam konteks advokasi perempuan, terdapat empat RUU yang diharapkan memperkuat payung hukum untuk pemberdayaan perempuan, yakni RUU Kitab Hukum Pemilu dan RUU tentang Perlindungan Pekerja Indonesia di Luar Negeri (masuk RUU Prolegnas Prioritas 2016), RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) dan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT). Dua RUU yang terakhir tersebut masuk Prolegnas 2016, tapi tidak termasuk RUU prioritas.

"Peluang yang terdapat dalam Prolegnas 2016 haruslah direspon secara serius oleh semua pihak dengan menyiapkan strategi pengawalan yang optimal. Sinergi lintas jaringan dan institusi yang memiliki misi dan konsen yang sama adalah kebutuhan mutlak untuk menguatkan daya dorong agar RUU tersebut sampai ke tahap prengesahan sebagai UU," ungkap Anggia dalam siaran, Rabu (16/3).

Menurut Anggia, sinergi elemen strategis masyarakat sipil, perempuan partai politik, perempuan parlemen, dan pemerintah, yakni Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPA) sudah pernah sukses memperjuangkan pengesahan UU Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) pada tahun 2014 dan penguatan aturan tentang keterwakilan perempuan dalam UU untuk Pemilu 2014.

Namun keberhasilan yang sama, tidak terjadi pada RUU Kesetaraan dan Keadilan Gender (RUU KKG) yang telah dibahas selama lebih dua tahun. "Hingga sekarang tak kunjung sampai ke tahap pengesahan," kata Anggia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement