REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kinerja, serta cara penindakan dan pencegahan terorisme yang dilakukan Detasemen Khusus Antiteror 88 (Densus 88) menjadi sorotan publik. Hal ini terjadi setelah terduga teroris dari Klaten, Jawa Tengah, Siyono (34) tewas pada Sabtu (12/3) lalu setelah penangkapan.
Pengamat terorisme dari Certified International Investment Analyst (CIIA), Harist Abu Ulya mengatakan, sudah seharusnya kinerja dari Densus 88 mendapat pengawasan dari lembaga khusus yang ditunjuk secara resmi.
Selama ini, cara-cara yang dilakukan pasukan tersebut saat melakukan operasi teroris tidak pernah mendapatkan evaluasi.
"Seharusnya operasi yang dilakukan personil Densus 88 juga dilengkapi dengan kamera pengawas. Jadi, bagaimana mereka bertindak bisa terlihat secara jelas dan dievaluasi oleh lembaga khusus yang ditunjuk," ujar Harits.
Menurut Harits, cara ini serupa dengan yang dilakukan dalam operasi korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kamera pengawas telah dipersiapkan, untuk membuktikan kejahatan secara jelas, serta bagaimana cara aparat bertugas dan melakukan tindakan selama di lapangan bisa diawasi dengan baik dan bila perlu mendapat evaluasi.
"Jadi andaikan personil Densus 88 harus dengan terpaksa menembak terduga teroris atau apapun yang menyebabkan kematian, hal itu bisa dipertanggungjawabkan sepenuhnya," jelas Harits.