REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti terorisme dan intelijen, Wawan H. Purwanto, menilai program pencegahan terorisme hingga saat ini hanya menjadi tugas pemerintah dan aparat. Padahal seluruh lapisan bangsa sudah sepakat bahaya yang ditimbulkan radikalisme dan terorisme.
Wawan menilai persoalan radikalisme dan terorisme ini masih di tingkat elite. Ini disebabkan perhatian pemerintah dalam mendukung program deradikalisasi belum maksimal ditambah pemahaman masyarakat yang keliru.
''Belum maksimalnya sosialisasi kelembagaan dan sosialisasi program radikalisme dan terorisme ke ke dalam diri aparat Pemerintah sendiri menyebabkan program-program radikalisme dan terorisme tidak berjalan, bahkan cenderung hanya di tingkat elite,'' ujarnya dalam seminar 'Radikalisme dan Terorisme' yang digelar Universitas Darma Persada, Jakarta.
Wawan mencontohkan beberapa fakta antara lain belum berjalannya institusi pusat deradikalisasi yang berada di Sentul, Jawa Barat. Hal lainnya lagi, kata dia, masih belum adanya kerjasama antarkementerian dan lmbaga negara yang maksimal.
''Kerjasama yang ada saat ini baru sekadar kerjasama, belum sampai tingkat koordinasi antarlembaga. Selain itu harus diakui sumber daya manusia belum mencukupi dalam menjalankan program deradikalisasi,'' katanya.
Akibatnya, lanjut Wawan, banyak pihak yang menyangka deradikalisasi merupakan program pesanan dari Barat dan ada kesan masyarakat yang menuding bahwa deradikalisasi adalah deIslamisasi, adu domba atau upaya pendangkalan akidah.
''Persepsi negatif masyarakat tersebut muncul akibat adanya salah kaprah terhadap upaya deradikalisasi dan ketidakpahaman sebagian masyarakat tentang program yang telah dilaksanakan oleh Pemerintah, namun mereka simpulkan sendiri,'' tuturnya.