REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tumbuh kembang Umar Mukhtar, tak terlepas dari didikan dan dedikasi yang besar dari kedua orang tua, terutama ayahandanya, Syekh Mukhtar bin Umar. Sang ayah memiliki keinginan kuat agar anak kesayangannya itu menjadi figur ulama yang mumpuni. Umar kecil disekolahkan ke lembaga pendidikan Jaghbub. Di sinilah ia banyak belajar agama dan menghafal Alquran.
Kepergian sang ayah menghadap Sang Khaliq sempat membuat Umar belia terpukul. Motivator sekaligus teladan kebanggaannya itu sangat berjasa besar mencetak kepribadian dan karakternya. Akhirnya, ia pun diasuh oleh Hussein al-Ghariani, sang paman dari jalur ayah.
Umar tetap melanjutkan pendidikan agamanya. Ia mendapat bimbingan dari Syekh Abd Akader Bodia, motivator dan guru menghafal Alquran. Selama masa belajar tersebut, banyak cerita-cerita keteladanan yang dicontohkan oleh Umar. Ia kerap menjalankan ritual yang jarang ditradisikan oleh anak sebayanya.
Umar tak pernah tidur lebih dari tiga jam sehari. Ia selalu bangun pada sepertiga malam untuk menunaikan shalat Tahajud dan dilanjutkan dengan membaca Alquran hingga fajar. Ia juga membiasakan mengkhatamkan Alquran dalam waktu tujuh hari.
Pendidikan yang ditanamkan oleh sang ayah tetap terpatri, bahkan ketika ia menimba ilmu di Universitas Senussi di Jaghbub. Ia pun akhirnya mengajar di sejumlah lembaga pendidikan di Jabal Akhdar.
Profesi sebagai seorang pengajar sempat ia jalankan selama beberapa tahun sebelum tentara Italia benar-benar menancapkan kuku kekuasaannya untuk menguasai Libya. Sejak itulah Umar, seorang guru, mengangkat senjata demi mengusir penjajah yang menduduki negeri dan menginjak-nginjak harga diri umat Islam Libya.