REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Abdul Djamil menghadiri Focus Group Discussion (FGD) untuk membahas pembukaan program studi atau fakultas haji dan umrah di IAIN Bengkulu, Jumat (8/4). Dalam FGD tersebut Djamil memberikan informasi terkait komponen-komponen yang dibahas dalam haji.
"Kami berharap dapat memberikan informasi mengenai haji agar gagasan untuk mengangkat persoalan haji dan umrah sebagai satu bidang kajian seperti yang diajukan Rektorat IAIN Bengkulu," jelas dia di Kantor Rektorat IAIN Bengkulu, Jumat (8/4).
Djamil menyarankan agar haji ini tidak berada di bawah Fakultas Dakwah, karena haji tidak hanya membahas masalah fikih dan dakwah saja, tetapi di dalamnya terdapat manajemen, keuangan, dan banyak masalah lainnya. Beberapa kendala yang dapat dijadikan pembahasan dalam mata kuliah di antaranya kasus hukum mabit di Mina.
Beberapa tahun terakhir Mina tak lagi menampung seluruh jamaah haji dunia, maka ada jamaah beberapa negara yang ditempatkan di Mina Jadid, termasuk 20 ribu jamaah haji Indonesia. Aturan hukum fikih soal mabit di luar Mina ini dapat dibahas lebih jauh oleh kajian ilmiah untuk membantu menemukan solusi.
"Masalah haji ini sangat kompleks, berdasarkan perspektif akademik betapa luasnya problem masalah haji yang layak dijadikan objek studi," jelas dia. Masalah lain adalah mengularnya masa tunggu haji.
Saat ini masa tunggu haji sudah mencapai 24 tahun seperti yang terjadi di Sulawesi Selatan menyusul Kalimantan Selatan dengan masa tunggu 22 tahun. Ini berkaitan dengan usia pendaftar, yang saat ini tak ada batas maksimal usia pendaftaran.
Baca juga, Persiapan Penyelenggaraan Ibadah Haji Masih Belum Matang.
Kemenag memberikan solusi bagi mereka yang lanjut usia diatas 75 tahun dapat didahulukan, asalkan mendaftar minimal 2 tahun sebelumnya. Namun, banyak yang mendaftar berada di usia 50 tahun keatas, karena logikanya mereka telah siap secara materil.