REPUBLIKA.CO.ID, Suatu ketika di satu daerah, ada raja yang peduli dengan nasib rakyatnya. Untuk mendengarkan keluhanya setiap beberapa pekan, dia selalu mengundang semua rakyatnya untuk datang ke istana dan bertatap muka. Pada pertemuan tersebut raja membebaskan rakyat bertama, baik secara perorangan maupun berkelompok.
Pada pertemun itu raja siap menerima siapa saja yang menemuinya. Baik untuk menyampaikan masalahanya masing-masing atau mau memberikan masukan pada kepemimpinan sang raja. Benar pada waktu yang sudah ditentukan itu semua undangan yang kebanyakan dari rakyat jelata itu memenuhi ruang tunggu istana.
Di antara mereka yang menyampaikan keluhan, ada yang memberikan masukan ada pula yang hanya menyampaikan kata-kata hikmah lalu pergi tanpa bicara panjang lebar setelah berjabatangan dengan raja. Beberapa pekan kemudian raja kembali menggelar kegiatan yang sama yakni pertemuan antara raja dan rakyat jelata.
Ketika acara belum dimulai dan rakyat sudah menunggu di ruang tunggu istana, raja teringat dengan seorang anak muda yang menyampaikan kata-kata singkat namun penuh makna. Lalu raja memanggilnya. “Acara sudah dibuka silahkan kalian menyampaikan apa saja yang kalian mau sampaikan. Tapi sebelum itu saya ingin memanggil kepada anak muda yang berada di barisan tengah itu,”
Semua rakyat jelata yang berada di ruang tunggu saling memandang dan menunjuk diri sendiri. Namun semua orang yang menunjuk dirinya masing-masing itu bukan yang dimaksud raja. Namun, berkat bantuan dari pengawalnya orang yang dimaksud raja itu akhirnya dipersilakan untuk menemui raja terlebih dahulu.