REPUBLIKA.CO.ID, Menjadi pemimpin merupakan amanah yang besar. Ketika seorang pemimpin berbuat zalim kepada rakyatnya, maka Allah SWT menebar ancaman kepada pemimpin tersebut. Merujuk pada keterangan Alquran, orang yang melakukan perbuatan zalim itu akan disiksa dengan siksaan yang pedih.
''Sesungguhnya, dosa itu atas orang-orang yang berbuat zalim kepada manusia dan melampaui batas di muka bumi tanpa hak. Mereka itu mendapat azab yang pedih.''(QS Asysyura [42]: 42).''Barang siapa yang menipu kami, bukanlah dia dari golongan kami.'' (HR Muslim).
Rasulullah SAW mengatakan, setiap orang adalah pemimpin dan mereka akan bertanggung jawab atas kepemimpinannya itu. Dalam hadis lain, disebutkan, "Barang siapa yang diangkat oleh Allah menjadi pemimpin bagi kaum Muslim, lalu ia menutupi dirinya tanpa memenuhi kebutuhan mereka, (menutup) perhatian terhadap mereka, dan kemiskinan mereka. Allah akan menutupi (diri-Nya), tanpa memenuhi kebutuhannya, perhatian kepadanya, dan kemiskinannya." (Diriwayatkan dari Abu Dawud dan Tirmidzi dari Abu Maryam).
Seorang pemimpin adalah abdi atau pelayan bagi anggota kelompoknya (rakyatnya), baik pemimpin perusahaan, masyarakat, keluarga, maupun negara. Dalam sebuah ungkapan, dikatakan, ''Sayyid al-Qawm khaadimuhu.'' (Pemimpin sebuah kaum adalah pelayan bagi kaumnya). Karena itu, mereka tidak boleh melakukan kezaliman pada orang-orang yang dipimpinnya. Semua kebijakan yang dibuatnya harus mengacu pada kepentingan yang dipimpinnya.
Bila ia mengkhianati amanah yang telah diberikan (rakyat) itu, dosa besar dan azab yang pedih akan ditimpakan kepadanya.
Dalam kitab al-Kaba`ir ini, Adz-Dzahabi juga menyebutkan dosa besar bagi hakim yang zalim. Yakni, memutuskan suatu perkara tanpa memenuhi rasa keadilan sebagaimana ditetapkan (Alquran). ''Allah tidak akan menerima shalat seorang pemimpin yang tidak berhukum dengan apa yang telah diturunkan Allah.''
Hakim itu terdiri atas tiga macam, satu orang di surga dan dua lainnya di neraka. Seorang hakim yang tahu kebenaran dan ia memutuskannya dengan kebenaran itu, ia berada di surga. Sedangkan, hakim lain yang mengetahui kebenaran, namun ia menyimpang dengan sengaja, ia berada di neraka. Dan, seorang hakim yang memutuskan perkara tanpa didasari dengan ilmu, ia berada di neraka.'' (HR Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah).
Begitu juga mereka yang senantiasa melakukan sogok (suap-menyuap) dan korupsi. ''Allah melaknat orang yang memberi suap dan menerimanya dalam memutuskan (suatu perkara).'' (HR Tirmidzi, Ibnu Hibban, dan Hakim).