Rabu 20 Apr 2016 04:17 WIB

Khayzuran dan Kejayaan Kekalifahan Abbasiyah

Rep: c23/ Red: Agung Sasongko
Peta kekuasaan Daulah Abbasiyah.
Foto: wordpress.com
Peta kekuasaan Daulah Abbasiyah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dari Indonesia hingga Pakistan, Kirgistan hingga Nigeria, Senegal hingga Turki, wanita telah menunjukkan diri sebagai kaum yang tak bisa dipandang sebelah mata. Sejumlah wanita di negara-negara Muslim itu berhasil menempatkan dirinya dalam posisi-posisi tinggi dan terhormat dalam politik dan pemerintahan.

Lebih dari 14 abad setelah munculnya Islam, perempuan memainkan peranan penting di banyak tatanan pemerintahan. Ada yang menjadi ratu, tak sedikit pula yang menjadi penasihat kerajaan. Selain berpolitik, tak sedikit pula perempuan yang berkecimpung di dunia militer.

Rupanya, bukan pada masa kini saja hal itu terjadi. Dalam sejarah Islam, tepatnya ketika Kekhalifahan Abbasiyah di Baghdad, Irak dipimpin oleh Abu Ja'far al-Mansur, dikenal dua orang perempuan bernama Khayzuran dan Zubaida. Mereka adalah perempuan yang menjadi bagian penting dari keluarga Khalifah al-Mansur. Kendati demikian, tindak-tanduk keduanya sangat jauh berbeda.

Khayzuran lahir di Semenanjung Arab pada pertengahan abad kedelapan, atau sekitar 100 tahun pascawafatnya Nabi Muhammad SAW. Masa kanak-kanak Khayzuran terbilang cukup menyedihkan. Ia diculik oleh seseorang dari rumahnya, kemudian dijual ke pasar budak.

Pada rentang tahun 758-765 Masehi, Khayzuran menjadi budak dan dijual ke Makkah, Arab Saudi. Nasib malang Khayzuran berakhir pada 775. Kala itu, al-Mansur, tokoh pendiri Kota Baghdad, Irak, membeli Khayzuran dari pasar budak. Lalu, tak lama setelah itu, al-Mansur mempersunting dan menjadikan Khayzuran sebagai istrinya.

Pernikahan itu sempat memicu perdebatan. Sebab, al-Mansur diharapkan menikah dengan perempuan dari golongan aristokrat. Namun, tak demikian dengan al-Mansur. Ia justru memutuskan untuk mendobrak tradisi lama yang mengharuskan seorang raja menikah dengan perempuan yang sekasta.

Dari pernikahan tersebut, al-Mansur dan Khayzuran dikaruniai seorang putri dan dua orang putra. Salah satu putranya yang terkenal adalah Harun al-Rasyid. Menjadi permaisuri, Khayzuran pun menikmati kehidupan yang bahagia dan tak kekurangan sesuatu apa pun. Ia mendapat kepercayaan yang tinggi dari sang suami.

Namun, Rita, istri pertama al-Mansur, yang juga putri Abu Abbas Abdullah, pendiri Kekhalifahan Abbasiyah, tak suka melihat kebahagiaan Khayzuran. Sejarah Arab abad pertengahan menerangkan bahwa sempat terjadi ketegangan di antara mereka.

Memang, tak ada bukti kuat yang dapat menunjukkan perselisihan mereka. Namun, sejumlah sejarawan meyakini terjadi percekcokan di antara Khayzuran dan Rita. Salah satu sinyal ke arah itu tampak dari ditunjuknya dua putra Khayzuran, yakni Musa al-Hadi dan Harun al-Rasyid, sebagai pewaris kekhalifahan Abbasiyah. Sementara Rita, sebagai istri pertama al-Mansur, tidak pernah menunjuk atau mengusulkan hal tersebut.

Obsesi Khayzuran menjadikan anaknya sebagai pewaris takhta kekhalifahan akhirnya tercapai.  Setelah al-Mansur wafat pada 785, anak pertama Khayzuran, yakni Musa al-Hadi, dinobatkan sebagai penerus takhta Kekhalifahan Abbasiyah.

Sejarawan Islam al-Tabari, dalam pernyataannya yang monumental mengenai sejarah abad kesembilan menyebut, al-Hadi tidak benar-benar menjadi seorang khalifah pada masa itu. Hal ini karena Khayzuran mengendalikan dirinya dari belakang. "Pada awal masa kepemimpinan al-Hadi, Khayzuran menggunakan kewenangan melebihi khalifah (al-Hadi) dalam segala urusan tanpa konsultasi sama sekali (kepada al-Hadi),'' tutur al-Tabari.

Sang khalifah pun gusar pada dominasi ibunya. Menurut al-Tabari, bisa jadi al-Hadi gusar karena ia merasa tidak bisa memenuhi harapan ibunya. Atau, bisa jadi ia sedih karena sang ibu sebenarnya lebih tertarik menjadikan adiknya, Harun al-Rasyid, sebagai khalifah.

Sejarah juga mencatat, terjadi perselisihan antara al-Hadi dan Khayzuran. Namun, hal itu tidak berlangsung lama. Sebab, setahun pascapenetapan dirinya sebagai khalifah, al-Hadi meninggal. Beredar rumor bahwa kematiannya akibat diracun oleh Khayzuran. Akan tetapi, tak ada catatan sejarah yang dapat membuktikan rumor tersebut.

Akhirnya, Harun al-Rasyid menggantikan posisi al-Hadi dan berhasil mengantarkan Abbasiyah pada masa kejayaan. Pada 789, Khayzuran pun meninggal. Kendati sejarah tidak mencatat prestasi politik yang dicapai oleh Khayzuran, namanya tetap diabadikan. Misalnya, pada uang logam yang beredar kala itu, tersemat namanya. Salah satu istana pada masa itu juga mengabadikan namanya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement