REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, menilai kehadiran Fahri Hamzah di rapat pimpinan yang membahas surat pemberhentiannya dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dinilai tidak etis.
Sebab, menurut dia, subjek yang dibahas dalam surat PKS tersebut adalah dirinya sebagai wakil ketua DPR RI. "Saya kira secara etis sulit menerima kehadiran Fahri dalam rapim yang salah satu agendanya membahas surat pemecatan dirinya oleh PKS," ujarnya kepada Republika.co.id, Senin (25/4).
Lucius melanjutkan, kehadiran Fahri dalam rapim yang membahas surat pemecatan dirinya dipastikan menimbulkan konflik kepentingan. Akibatnya, dalam pengambilan keputusan di rapim terkait pemecatan Fahri, pimpinan DPR RI tidak akan obyektif. Fahri ditakutkan akan ikut memengaruhi pendapat pimpinan DPR untuk memutus perkaranya.
"Konflik kepentingan itu bisa berakibat pada ketidakobjektifan keputusan pimpinan DPR terkait nasib Fahri," tegasnya.
Dalam rapim yang digelar Senin (25/4) akhirnya DPR memutuskan untuk membentuk tim kajian hukum sebelum memutuskan perkara yang dialami mantan kader PKS tersebut. Dalam UU MD3, di pasal 87 ayat (2) huruf d, e dan g, disebutkan bahwa pergantian pimpinan DPR dapat dilakukan oleh partainya.